Elmedia – “Lailatul Qadar lebih baik dari seribu bulan.” Begitu firman Allah dalam Al-Qur’an. Orang-orang pun berbondong-bondong mencari malam sakral ini, bagai mencari cincin emas yang jatuh di ladang tebu. Masalahnya, ladang tebunya luas, sementara cincinnya kecil.
Para santri hafal betul hadits Rasulullah:
“Carilah Lailatul Qadar di malam ganjil dari sepuluh hari terakhir Ramadan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka, jadwal i’tikaf pun dimulai dari malam ke-21, 23, 25, 27, dan 29. Kalau perlu, minuman kopi disiapkan, biar mata tetap terbuka meskipun kantong mata makin tebal.
Namun, ada satu pertanyaan yang selalu mengusik: apakah Lailatul Qadar bisa turun di malam genap?
Orang-orang yang ngotot menjawab “tidak mungkin” biasanya membela pendapat dengan wajah serius, seolah-olah mereka sudah menerima konfirmasi langsung dari malaikat Jibril. Tapi mereka yang menjawab “mungkin saja” justru datang dengan senyum santai, sembari menyebut berbagai dalil yang terlupakan. Mari kita gali lebih dalam, siapa tahu kita menemukan pencerahan—atau minimal, menemukan alasan untuk tidak terlalu pusing.
Dalil-dalil Malam Ganjil dan Genap
Dari dulu, kita sering diajarkan bahwa Lailatul Qadar itu jatuh di malam ganjil dari sepuluh hari terakhir Ramadan. Hadits-hadits sahih yang mendukung ini cukup banyak, di antaranya:
- Dari Aisyah r.a., Rasulullah bersabda:
“Carilah Lailatul Qadar di malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir Ramadan.” (HR. Bukhari No. 2017 dan Muslim No. 1169) - Dari Abu Hurairah r.a.:
“Lailatul Qadar terjadi pada malam ke-27.” (HR. Muslim No. 762)
Hadits-hadits ini sudah cukup jadi pegangan bagi sebagian besar umat Islam. Kalau mau aman, ya tinggal patuhi saja: kejar Lailatul Qadar di malam 21, 23, 25, 27, dan 29.
Tapi tunggu dulu! Ada hadits lain yang sedikit mengecoh teori ini.
- Dari Abdullah bin Abbas r.a.:
“Carilah Lailatul Qadar dalam sepuluh hari terakhir Ramadan. Jika salah seorang dari kalian merasa lemah atau tidak mampu, maka janganlah ia tertinggal pada tujuh malam terakhir.” (HR. Bukhari No. 2021 dan Muslim No. 1165)
Menarik, bukan? Hadits ini tidak secara spesifik menyebut “malam ganjil.” Yang disebutkan justru “tujuh malam terakhir.” Nah, kalau Ramadan berjalan 30 hari, maka malam 24 juga termasuk tujuh malam terakhir.
Jadi, apakah kita boleh mempersempit ruang pencarian hanya pada malam-malam ganjil?
Sebagian ulama berpendapat bahwa Lailatul Qadar bisa jatuh di malam genap.
- Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bari menulis:
“Hadits-hadits tentang Lailatul Qadar menunjukkan bahwa malam ini bisa berpindah-pindah dari tahun ke tahun. Tidak selalu malam ke-27, juga tidak selalu malam ganjil.” - Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim berkata:
“Yang paling sahih dalam masalah ini adalah bahwa Lailatul Qadar terjadi di sepuluh malam terakhir Ramadan, dan bisa jatuh di malam genap maupun ganjil.” - Imam Abu Hanifah bahkan berpendapat:
“Lailatul Qadar bisa jatuh kapan saja di bulan Ramadan, tidak hanya terbatas pada sepuluh malam terakhir.”
Jadi, kalau ada yang ngotot bilang, “Lailatul Qadar hanya bisa jatuh di malam ganjil!”, kita bisa jawab dengan santai: “Kata siapa?”
Ada satu hal yang sering dilupakan: perbedaan awal Ramadan antar negara atau mazhab.
Misalnya, jika di Arab Saudi Ramadan dimulai lebih dulu dibanding Indonesia, maka malam ke-27 di Saudi bisa jadi masih malam ke-26 di Indonesia. Kalau kita mengikuti pendapat “Lailatul Qadar hanya di malam ganjil,” bagaimana jika ada perbedaan perhitungan kalender?
Rasulullah pun pernah bersabda:
“Sesungguhnya bulan itu bisa 29 hari, maka janganlah kalian berpuasa sampai kalian melihat hilal, dan jangan pula kalian berbuka sampai melihatnya.” (HR. Bukhari No. 1909, Muslim No. 1081)
Jadi, kalau awal Ramadan bisa beda, maka hitungan malam ganjil dan genap pun bisa beda. Artinya, bisa saja Lailatul Qadar yang “ganjil” di satu negara justru “genap” di negara lain.
Kesimpulan sederhananya? Jangan ribet! Mau malam ganjil, mau malam genap, yang penting tetap ibadah
Di tengah perdebatan ini, ada kisah unik dari Gus Dur.
Suatu hari, seorang santri bertanya, “Gus, bagaimana cara menemukan Lailatul Qadar?”
Dengan santai, Gus Dur menjawab: “Tidurlah lebih awal, lalu bangun lebih awal. Jangan pusing cari tanggalnya, yang penting bangun buat tahajud.”
Santri itu protes, “Tapi Gus, katanya Lailatul Qadar jatuh di malam ganjil?”
Gus Dur pun terkekeh, “Nak, kalau kamu ibadah tiap malam, pasti kena juga. Yang repot itu kalau cuma ibadah di malam 27 saja.”
Sederhana tapi jleb!
Apakah Lailatul qodar bisa turun di tanggal genap? Bisa saja.
Dalilnya? Ada. Para ulama juga berpendapat demikian. Apalagi kalau kita mempertimbangkan perbedaan awal Ramadan di berbagai negara.
Tapi yang lebih penting dari debat ini adalah konsistensi ibadah. Mau ganjil, mau genap, kalau tiap malam kita ngeloni Al-Qur’an, berdzikir, dan shalat malam, insyaAllah tidak akan terlewat berkahnya.
Seperti kata Gus Dur, “Yang penting ibadahnya, bukan ribut soal tanggalnya.”
Jadi, ayo kita perbanyak ibadah! Siapa tahu kita dapat bonus malam seribu bulan, tanpa harus pusing mikirin ganjil atau genap.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Kalau tulisan ini terlalu panjang, ringkasannya begini: daripada sibuk menghitung tanggal, lebih baik sibuk beribadah. Siapa tahu, di tengah kantuk dan doa, malaikat datang dan mengetuk pintu hati kita.
Nah, bagaimana? Sudah siap begadang lagi?