Banyuwangi – Ketua Pimpinan Wilayah (PW) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Jawa Timur, Musaffa Safril, menegaskan pentingnya konektivitas antara kepemimpinan di tingkat wilayah dan akar rumput. Dalam pertemuan dengan kader Ansor Banyuwangi pada Senin malam, 24 Maret 2025, di Blimbingsari, ia merespons sindiran yang sering dilontarkan kepadanya karena lebih banyak mengurusi Pimpinan Anak Cabang (PAC) dan Ranting dibandingkan bergaul dengan elite pemerintahan.
“Saya sering diprotes senior-senior. ‘Pril, kamu ini Ketua PW, kenapa ngurus PC, ngurus PAC? Kenapa nggak dekat dengan gubernur, pangdam, dan tokoh nasional?’ Saya jawab, kekuatan Ansor itu ada di PAC dan Ranting. Kalau tidak tersambung, saya merasa berdosa,” ungkapnya.
Menurut Musaffa, organisasi ini bukan sekadar tempat gagasan besar lahir, tetapi juga harus menjadi ruang bagi kader untuk berkembang secara nyata. Ia menyayangkan jika ide-ide hebat yang muncul di tingkat wilayah atau pusat tidak mampu dieksekusi dengan baik di tingkat bawah.
“Ansor ini banyak orang bikin gagasan, tapi mengeksekusi tidak bisa. Makanya kader harus paham cara mengolah situasi. Kalau diskusi dengan pemerintah saja bingung mengeksekusinya, bagaimana mau maju?” tegasnya.
Menjaga Ruh Ansor dengan Dinamika yang Sehat
Musaffa juga menyoroti bahwa tantangan terbesar Ansor bukan hanya datang dari luar, tetapi juga dari dalam organisasi itu sendiri.
“Kalau Ansor terlalu enak, maka tantangannya justru di situ. Karena Ansor ini terbiasa dapat musuh, sehingga kalau tidak ada musuh, malah teman sendiri yang dimusuhi. Kalau tidak ada musuh, temannya yang diolah,” katanya dengan nada serius namun santai.
Ia menekankan pentingnya menjaga semangat dan dinamika organisasi agar tidak stagnan.
“Saya beberapa waktu lalu ketika ruwet, saya sowan ke senior. Pesannya satu: di Ansor ini harus dijalani dengan riang gembira. Jadi, dinamika yang ada harus dinikmati dengan semangat,” tambahnya.
Menurutnya, kader yang mudah tersinggung dan tidak tahan dengan dinamika organisasi sebaiknya berpikir ulang sebelum menduduki jabatan strategis.
“Kalau ada pengurus yang baper dengan olahan sahabatnya, berarti belum layak menduduki jabatan. Organisasi ini tempatnya orang-orang yang sudah putus urat ‘mutungan’-nya,” sindirnya.
Membangkitkan Banser dengan Cara Kreatif
Salah satu kekhawatiran Musaffa adalah menurunnya gairah kader terhadap Banser. Hal ini terlihat dari hasil survei internal yang menunjukkan bahwa hanya 33 persen kader Ansor yang berminat bergabung dengan Banser, sementara 46 persen lebih tertarik ke Rijalul Ansor.
“Ruh Ansor itu ada di kebanseran. Yang berbahaya itu kalau Banser sampai tidak ada. Maka agar Banser tetap hidup, perlu diciptakan sesuatu yang menarik,” tegasnya.
Ia juga menegaskan bahwa Banser harus tetap menjadi benteng ulama dan bangsa, bukan malah terjebak dalam konflik yang tidak produktif.
“Kalau Banyuwangi ini kondusif, berarti Bansernya tidak laku. Padahal saya rasa Banyuwangi ini tidak benar-benar kondusif. Banser harus tetap eksis,” ujarnya.
Membangun Kemandirian Ekonomi dengan Badan Usaha Milik Ansor
Selain penguatan kaderisasi, Musaffa menekankan bahwa Ansor harus mulai berorientasi pada kemandirian ekonomi.
“Visi utama dari Pimpinan Pusat adalah kekuatan ekonomi dan bisnis. Maka, kita harus membuat Badan Usaha Milik Ansor (BUMA) hingga tingkat PAC,” katanya.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa dalam mengelola bisnis, kader harus memiliki mental yang kuat dan tidak mudah terpecah hanya karena keuntungan.
“Kalau ekonomi itu pinter perkalian, pinter penjumlahan, pinter pengurangan, tapi sering bingung kalau harus berbagi. Begitu sudah ada keuntungan, malah gegeran,” ujarnya dengan nada bercanda.
Menurutnya, bisnis yang dibangun dalam organisasi harus tetap berorientasi pada perjuangan sosial dan pendidikan, bukan sekadar mencari keuntungan pribadi.
Menjaga Aset Digital dan Eksistensi Ansor di Medsos
Di era digital, Musaffa juga menekankan pentingnya pengelolaan aset media sosial sebagai bagian dari strategi perjuangan organisasi.
“Akun media sosial itu aset utama. Harus dipertanggungjawabkan dan diberikan ke kader berikutnya. Ini adalah salah satu medan pertarungan kita,” jelasnya.
Sebagai organisasi terbesar di dunia dengan 42 cabang, 760 PAC, dan 8.000 ranting di Jawa Timur, GP Ansor memiliki kekuatan besar yang harus terus dikelola dengan baik.
Musaffa menegaskan bahwa keberhasilan Ansor tidak hanya diukur dari banyaknya kader, tetapi juga dari sejauh mana organisasi ini mampu menjawab tantangan zaman dengan inovasi dan langkah nyata.
“Kita harus memastikan bahwa Ansor tetap relevan, tetap berdaya, dan tetap menjadi tempat peleburan bagi berbagai elemen pemuda yang ingin berjuang bersama,” pungkasnya.