Washington – Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengambil langkah inisiatif untuk melakukan mediasi atas konflik Thailand dan Kamboja. Pada Sabtu (26/7/2025), Ia mengumumkan bahwa para pemimpin Kamboja dan Thailand telah sepakat untuk segera bertemu guna membahas gencatan senjata setelah tiga hari bentrokan mematikan di sepanjang perbatasan kedua negara.
Dalam serangkaian unggahan di media sosial saat berkunjung ke Skotlandia, Trump mengatakan telah berbicara langsung dengan Perdana Menteri Kamboja Hun Manet dan Perdana Menteri sementara Thailand Phumtham Wechayachai. Ia memperingatkan bahwa AS tidak akan membuat kesepakatan dagang dengan salah satu negara jika konflik berlanjut.
“Kedua pihak sedang mengusahakan gencatan senjata dan perdamaian segera,” tulis Trump, sembari merinci upaya diplomatiknya yang sedang berlangsung.
Phumtham, melalui unggahan di Facebook, menyatakan terima kasih atas mediasi Trump dan menyebut Thailand “pada prinsipnya setuju untuk melaksanakan gencatan senjata” namun menginginkan “itikad baik dari pihak Kamboja.” Ia juga meminta Trump untuk menyampaikan kepada pihak Kamboja bahwa Thailand siap menggelar dialog bilateral secepat mungkin.
Korban Tewas Capai Lebih dari 30 Orang
Pertempuran yang terus berlanjut hingga Sabtu pagi telah menewaskan lebih dari 30 orang dan lebih dari 130.000 warga mengungsi. Insiden ini adalah konflik terburuk antara kedua negara dalam 13 tahun terakhir.
Bentrok terbaru terjadi di Provinsi Trat, Thailand, dan Pursat, Kamboja — titik konflik baru yang berjarak lebih dari 100 kilometer dari lokasi bentrok sebelumnya.
Thailand melaporkan tujuh tentara dan 13 warga sipil tewas, sementara Kamboja mencatat lima tentara dan delapan warga sipil meninggal dunia sejak awal bentrokan.

Titik-titik lokasi bentrokan terbaru di perbatasan Thailand dan Kamboja. (foto: REUTERS)
PBB dan ASEAN Serukan Gencatan Senjata
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyampaikan keprihatinan mendalam atas eskalasi konflik tersebut. Ia juga menyerukan kedua belah pihak untuk segera menyepakati gencatan senjata serta menyelesaikan sengketa melalui dialog.
“Guterres mengutuk hilangnya nyawa yang tragis dan tidak perlu, dan siap membantu setiap upaya menuju penyelesaian damai,” ujar juru bicara PBB, Farhan Haq.
Sementara itu, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim selaku Ketua ASEAN mengatakan pihaknya terus mendorong usulan gencatan senjata. Kamboja mendukung rencana Anwar, sementara Thailand menyatakan setuju secara prinsip.
Konflik Perbatasan dan Tarik-Ulur Diplomatik
Kamboja dan Thailand telah lama berselisih soal batas wilayah sepanjang 817 kilometer yang belum sepenuhnya ditetapkan, terutama terkait kepemilikan kuil kuno Hindu Ta Moan Thom dan Preah Vihear.
Pada 1962, Mahkamah Internasional memutuskan Preah Vihear menjadi milik Kamboja. Namun ketegangan kembali meningkat pada 2008 setelah Kamboja mencoba mendaftarkan situs tersebut sebagai Warisan Dunia UNESCO. Langkah ini memicu bentrokan berdarah dalam beberapa tahun berikutnya.
Pada Juni lalu, Kamboja mengatakan telah meminta Mahkamah Internasional menyelesaikan sengketa tersebut. Namun Thailand menolak yurisdiksi pengadilan tersebut dan lebih memilih jalur bilateral.
Mediasi Trump dan Kesepakatan Tarif Thailand Kamboja
Trump, yang sedang mengupayakan kesepakatan dagang bilateral dengan berbagai negara sebelum 1 Agustus, menyatakan dirinya akan menunda kesepakatan dengan Thailand dan Kamboja jika konflik tidak segera diselesaikan.
“Kalau semua selesai dan perdamaian tercapai, saya baru akan menyelesaikan kesepakatan dagang dengan keduanya!” ujar Trump.
Namun, analis Asia Tenggara Gregory Poling dari Center for Strategic and International Studies mengingatkan bahwa pendekatan Trump bisa jadi kontraproduktif.
“Baik Kamboja maupun Thailand — atau publik mereka — tidak akan menyukai ancaman yang menggunakan perdagangan sebagai alat tekanan. Dan jika gencatan senjata tercapai tapi kesepakatan dagang tidak kunjung datang, itu bisa dianggap sebagai pengkhianatan dari AS,” ujarnya.
Sampai saat ini, Gedung Putih belum merinci kapan dan di mana pertemuan antara kedua pemimpin akan digelar. Kedutaan Besar Thailand dan Kamboja di Washington juga belum memberikan tanggapan resmi.












