PARIS, 22 Oktober 2025 – Gelombang pencurian permata dan emas dari museum-museum besar Eropa terus meningkat, dengan kelompok kejahatan kini menarget museum besar seperti Louvre di Paris. Namun, meski para pelaku sering tertangkap, barang berharga hasil curian kerap sulit ditemukan kembali, menurut pakar seni dan aparat penegak hukum.
Aksi nekat perampokan mahkota dari Museum Louvre pada hari Minggu (19/10) lalu disebut sebagai salah satu pencurian paling berani dalam sejarah modern Prancis. Para penyelidik meyakini hanya segelintir kelompok kriminal yang memiliki kemampuan melakukan kejahatan semacam ini. Beberapa di antaranya bahkan sudah terkenal di kalangan kepolisian..
“Jika saya mencuri lukisan Van Gogh, itu tetap utuh lukisan Van Gogh. Tidak mudah menjualnya kecuali di pasar seni gelap. Tapi jika yang dicuri adalah perhiasan, batu permatanya bisa dijual terpisah di pasar gelap,” ujar Marc Balcells, pakar kejahatan warisan budaya asal Barcelona.
“Penghinaan Nasional”
Pencurian mahkota dari museum yang juga menjadi rumah bagi karya legendaris Mona Lisa itu memicu kemarahan publik Prancis. Lebih jauh, banyak pihak menyebutnya sebagai “penghinaan nasional”, sekaligus mengungkap kelemahan sistem keamanan di salah satu museum paling bergengsi di dunia.
Arthur Brand, penyelidik seni asal Belanda yang dijuluki “Indiana Jones dunia seni”, menilai lemahnya investasi dalam sistem keamanan Louvre menjadi faktor utama. “Jika Anda bisa menarget Louvre dan lolos membawa permata mahkota Prancis, berarti ada yang sangat salah dalam keamanannya,” ujarnya.
Media Prancis melaporkan sedikitnya empat museum telah menjadi korban perampokan dalam dua bulan terakhir. Kasus terbaru terjadi di Museum Sejarah Alam Paris, di mana seorang perempuan kelahiran Tiongkok ditangkap atas pencurian enam bongkah emas senilai 1,5 juta euro. Ia ditangkap di Barcelona ketika mencoba menjual emas hasil lelehan.
Polisi Khusus Diterjunkan
Kejaksaan Paris saat ini menyerahkan penyelidikan kepada unit khusus anti-perampokan, Brigade de Répression du Banditisme (BRB). Unit ini berpengalaman menangani kasus-kasus besar. Di antaranya perampokan perhiasan Kim Kardashian pada 2016 dan sejumlah penculikan bos kripto yang terjadi baru-baru ini.
Pascal Szkudlara, mantan anggota BRB, menyebut tim beranggotakan sekitar 100 orang itu akan memeriksa rekaman CCTV, catatan telepon, hingga bukti forensik. “Saya yakin seratus persen mereka akan menemukan pelakunya,” kata Szkudlara.
Menurut penyelidik, para pelaku kemungkinan telah memantau lokasi selama berminggu-minggu sebelum beraksi. Barang curian diduga dapat diselundupkan ke pusat perdagangan berlian dunia seperti Antwerp, Belgia, di mana sebagian pembeli tidak terlalu peduli dengan asal-usul barang.
Christopher Marinello, pendiri Art Recovery International, memperingatkan bahwa waktu adalah elemen terpenting. “Begitu permata dipecah menjadi potongan kecil atau emas dilelehkan, permainan berakhir. Kita takkan pernah melihat benda itu utuh lagi,” ujarnya.
Tantangan Keamanan Museum
Fenomena pencurian di museum tengah menjadi perhatian serius di Eropa. Minimnya anggaran membuat peningkatan keamanan menjadi tantangan tersendiri.
Kimmo Leva, Direktur Jenderal Galeri Nasional Finlandia, menyebut keterbatasan dana sebagai hambatan utama. “Ekonomi yang semakin ketat tentu bukan saat terbaik untuk melakukan investasi besar demi mengurangi ancaman,” ujarnya.
Arthur Brand menambahkan bahwa tidak ada museum yang bisa dijaga secara sempurna, tetapi waktu reaksi polisi bisa ditingkatkan. “Pencuri tahu mereka hanya punya lima sampai enam menit untuk kabur. Jika butuh lebih dari delapan menit, mereka akan mengurungkan niatnya,” katanya.
Dengan reputasi Louvre yang kini tercoreng dan mahkota masih raib, Prancis tengah berpacu melawan waktu untuk memulihkan kehormatan budayanya. Negara itu bertekad untuk membuktikan bahwa bahkan pencuri paling lihai pun tak bisa lolos dari keadilan.












