Krisis energi di Uni Eropa semakin parah akibat pemutusan pasokan gas dan minyak Rusia. Sebagai pemasok utama energi, Rusia sebelumnya menyumbang 45% pasokan gas dan 50% batubara ke Uni Eropa. Namun, Presiden Komisi Eropa, von der Leyen menyoroti bahwa ketergantungan ini membuat Eropa rentan terhadap pemerasan. Sekarang, Uni Eropa menghadapi lonjakan harga yang signifikan dan sedang berusaha keras untuk menggantikan pasokan energi dari Rusia dengan sumber-sumber lain.
Dalam beberapa bulan terakhir, krisis energi ini telah menyebabkan peningkatan tajam dalam biaya energi bagi rumah tangga dan industri. Kebijakan-kebijakan darurat diberlakukan untuk mengurangi konsumsi energi dan mencari alternatif baru. Negara-negara anggota Uni Eropa sedang mempercepat transisi ke energi terbarukan serta menghidupkan kembali pembangkit listrik tenaga nuklir yang sebelumnya telah dinonaktifkan.
Von der Leyen juga menyebut pentingnya solidaritas antarnegara Eropa dalam mengatasi tantangan ini. “Kita tidak bisa bergantung pada satu sumber energi saja. Diversifikasi adalah kunci untuk menjaga keamanan energi kita,” tegasnya dalam sebuah konferensi pers baru-baru ini.
Meski berbagai upaya telah dilakukan, banyak warga Eropa yang khawatir tentang masa depan pasokan energi mereka. Pemerintah terkait terus berdiskusi dengan berbagai negara dan perusahaan untuk menjalin kerja sama baru demi memastikan kebutuhan energi terpenuhi tanpa harus bergantung lagi pada Rusia.
Transformasi yang sedang dijalani oleh Uni Eropa ini diharapkan juga dapat mendorong inovasi di bidang energi hijau, memperkuat infrastruktur, serta memberikan kestabilan energi yang lebih baik di masa depan.