Washington – Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Menteri Luar Negeri Marco Rubio memperingatkan bahwa Washington akan menghentikan upaya menjadi mediator perdamaian antara Rusia dan Ukraina jika dalam beberapa hari ke depan tidak terlihat adanya kemajuan berarti.
“Cepat, kami ingin ini selesai,” ujar Trump kepada wartawan di Gedung Putih, Jumat (18/4/2025) waktu setempat. “Kalau salah satu pihak membuat ini jadi terlalu sulit, kami akan berkata, ‘kalian bodoh, kalian orang-orang mengerikan,’ dan kami akan mundur. Tapi semoga itu tidak terjadi.”
Pernyataan tegas Trump tersebut datang setelah Rubio, diplomat tertinggi AS, menyatakan bahwa pihak-pihak yang terlibat hanya memiliki hitungan hari untuk menunjukkan komitmen terhadap kesepakatan damai. Rubio menambahkan, bila dalam waktu dekat tak ada tanda-tanda tercapainya solusi, maka AS kemungkinan besar akan menarik diri dari proses tersebut.
“Kami tidak akan terus-menerus berada dalam upaya ini berbulan-bulan. Sekarang waktunya menentukan, dan saya bicara soal hitungan hari, apakah ini mungkin tercapai dalam beberapa pekan ke depan atau tidak,” ujar Rubio di Paris setelah menggelar pertemuan dengan para pemimpin Eropa dan Ukraina.
Ketidaksepakatan, Ketegangan, dan Jalan Buntu
Sementara Trump menolak menyebut tenggat waktu tertentu, ia mengisyaratkan bahwa kesabaran pemerintahannya menipis. “Kami ingin ini segera selesai,” ujarnya.
Tiga diplomat Eropa menyebut pernyataan Rubio mencerminkan kekecewaan yang kian besar dari Gedung Putih terhadap sikap Rusia yang dinilai tidak kooperatif. Seorang pejabat AS mengatakan frustrasi juga meningkat menyusul komentar Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy yang menyebut utusan khusus Trump, Steve Witkoff, “menyebarkan narasi Rusia.”
Di Moskwa, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengklaim telah ada beberapa kemajuan dalam proses damai, tetapi mengakui kontak dengan Washington “tidak mudah.” Ia menegaskan Rusia tetap terbuka untuk dialog, namun tetap mengedepankan kepentingan nasionalnya.
Dalam perkembangan terbaru, perundingan di Paris yang digelar Kamis lalu merupakan pertemuan tingkat tinggi pertama yang melibatkan kekuatan Eropa secara langsung dalam kerangka perdamaian yang diusung Trump. Wakil Presiden AS JD Vance, yang sedang berada di Roma, menyatakan optimismenya terhadap peluang menghentikan perang yang telah berlangsung lebih dari dua tahun ini.
AS Siapkan Proposal, Kyiv Siap Gencatan Senjata
Menurut pejabat AS, pembicaraan lanjutan dijadwalkan berlangsung pekan depan di London, dengan harapan Ukraina dapat menyetujui “term sheet” atau kerangka kerja awal yang diajukan Washington. Kyiv dikabarkan siap menerima gencatan senjata komprehensif di darat, laut, dan udara selama minimal 30 hari.
Namun di sisi lain, Rusia tetap berkeras pada tuntutan utamanya: Ukraina harus meninggalkan ambisi bergabung dengan NATO, menyerahkan empat wilayah yang telah direbut Moskwa, serta membatasi ukuran angkatan bersenjatanya — syarat yang dianggap Kyiv sebagai bentuk penyerahan diri.
Meski demikian, laporan Bloomberg menyebut bahwa Washington siap mengakui kontrol Rusia atas wilayah Krimea sebagai bagian dari kesepakatan damai yang lebih luas.
Rubio juga menyatakan bahwa peran Eropa sangat krusial, terutama dalam hal pencabutan sanksi terhadap Rusia. Isu jaminan keamanan dari AS kepada Ukraina pun sempat dibahas, meski Rubio menyebut masih ada tantangan yang lebih besar yang perlu dipecahkan.
“Ini Bisa Jadi Perangnya Trump”
Trump sebelumnya menjanjikan di masa kampanye bahwa ia akan mengakhiri perang Ukraina dalam 24 jam pertama masa jabatannya. Namun kenyataan politik dan kondisi di lapangan membuatnya mengoreksi target tersebut menjadi akhir Mei 2025.
Seorang sumber yang mengetahui pembahasan internal menyebut Trump mulai mempertanyakan apakah upaya ini layak dilanjutkan. “Jika pembicaraan ini gagal, akan sulit mencari kekuatan lain yang bisa memberi tekanan setara kepada Moskwa dan Kyiv,” kata seorang pejabat senior AS.
Bila AS benar-benar mundur, prospek perdamaian berisiko runtuh total. Pemerintah AS dapat saja mempertahankan sanksi terhadap Rusia dan tetap menyalurkan bantuan militer ke Kyiv, atau sebaliknya, memutus aliran dana tersebut.
Trump sendiri mengisyaratkan bahwa dirinya berharap bisa menandatangani kesepakatan pertambangan dengan Ukraina pekan depan, setelah upaya sebelumnya gagal akibat ketegangan antara Zelenskiy dan JD Vance di Gedung Putih pada Februari lalu.