New Delhi -Industri film Bollywood tengah gelisah setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengancam akan memberlakukan tarif 100 persen terhadap seluruh film yang diproduksi di luar negeri. Kebijakan tersebut berpotensi mengguncang pasar ekspor film India, yang selama ini bergantung pada Amerika Serikat sebagai pasar utama luar negeri.
Sekitar 40 persen dari total pendapatan internasional industri film India berasal dari pasar AS. Berdasarkan laporan Deloitte bersama Motion Picture Association, pada tahun fiskal 2024, pendapatan box office luar negeri mencapai sekitar 20 miliar rupee atau sekitar 237 juta dolar AS, atau sekitar 10 persen dari total pendapatan industri film India.
Ketidakjelasan Definisi ‘Produksi Luar Negeri’ Membuat Bollywood Gelisah
Namun hingga kini, belum ada kejelasan lebih lanjut soal definisi “produksi luar negeri” dalam kebijakan tarif tersebut. Hal ini membuat pelaku industri kesulitan menilai dampaknya secara konkret.
“Pertanyaan terbesarnya adalah bagaimana definisi ‘foreign produced’ akan ditentukan. Selama hal itu belum jelas, sulit menarik kesimpulan,” ujar sutradara Anubhav Sinha, yang dikenal lewat serial Netflix IC 814: The Kandahar Hijack. Ia juga menyoroti bahwa layanan pascaproduksi seperti penyuntingan dan efek visual bisa ikut terdampak jika tarif diberlakukan secara luas.
Produser Madhu Bhojwani, yang pernah menggarap film Airlift, menilai kebijakan ini dapat menggandakan biaya ekspor film ke Amerika Serikat. “AS adalah salah satu pasar luar negeri terpenting bagi sinema India, terutama karena populasi diaspora India yang signifikan,” ujarnya. Data resmi menyebutkan, jumlah warga keturunan India di AS mencapai sekitar 5,2 juta orang.
Ia menambahkan, kenaikan harga tiket yang mungkin terjadi akibat tarif baru ini berpotensi menurunkan jumlah penonton. Hal ini menjadi tantangan tambahan bagi industri yang sudah bergulat dengan perubahan perilaku konsumen dan tekanan ekonomi global.
Layanan Pascaproduksi Juga Terancam
Tak hanya film yang diproduksi di India, kebijakan ini juga berpotensi menghantam kerja sama layanan pascaproduksi antara studio Hollywood dan vendor di India. Selama ini, India dikenal sebagai pusat produksi yang efisien dan berkualitas tinggi, terutama dalam bidang efek visual.
“Sekitar 10 hingga 15 film asing setiap tahunnya melakukan proses produksi di India, dan industri film kita akan sangat terdampak,” kata analis film Komal Nahta.
Sementara itu, aktor dan produser senior Prakash Raj secara tegas menyebut rencana kebijakan ini sebagai bentuk “terorisme tarif”.
Jika tarif mencakup jasa pascaproduksi, efeknya bisa jauh lebih besar. “Bisa terjadi penurunan signifikan dalam jumlah pekerjaan outsourcing dari studio AS ke vendor India,” kata Bhojwani lagi. Hal ini menurutnya dapat berdampak langsung pada perencanaan anggaran dan profitabilitas rumah produksi India.
CEO Eros International Media, Pradeep Dwivedi, menambahkan bahwa film-film dengan anggaran besar yang mengandalkan pemasukan dari luar negeri mungkin harus direstrukturisasi atau dikurangi skalanya.
Produser Mulai Pertimbangkan Opsi Streaming
Tak hanya film besar, rilisan film berskala kecil juga akan terkena dampaknya. Produser film Pelli Choopulu, Raj Kandukuri, menilai penurunan pendapatan sebesar 30 persen akan menjadi pukulan besar. “Banyak mahasiswa India di AS yang menjadi penonton utama film-film ini. Jika harga tiket melonjak, mereka mungkin akan enggan menonton di bioskop,” katanya.
Selain potensi kerugian finansial, kebijakan ini juga diperkirakan mendorong pergeseran lebih cepat ke platform digital. Dwivedi menyebut, distributor AS bisa jadi enggan membeli film India akibat biaya yang melonjak.
“Ini bisa menyebabkan berkurangnya jumlah layar, rilis yang lebih kecil, dan peralihan ke distribusi digital seperti ErosNow, Netflix, Amazon Prime, atau Hulu,” tuturnya.
Hingga saat ini, pemerintah India belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait langkah diplomatik yang akan diambil menanggapi ancaman tarif dari Presiden Trump tersebut.