Banyuwangi – Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda (PC GP) Ansor Banyuwangi menggelar MeetUp Ansor pada Senin malam, 24 Maret 2025, di Blimbingsari, Banyuwangi. Acara ini dihadiri oleh para pimpinan dari berbagai Pimpinan Anak Cabang (PAC) Ansor se-Banyuwangi dan menjadi momentum refleksi bagi kader dalam menghadapi tantangan organisasi.
Dalam kesempatan tersebut, tokoh senior Ansor, Abdillah Rafsanjani, menyampaikan nasihat dan pandangannya terkait peran strategis Ansor dan Banser. Ia menekankan pentingnya menjaga kedekatan dengan ulama serta tempat-tempat ibadah sebagai bagian dari perjuangan organisasi.
Menurut Cak Abdillah, begitu ia akrab disapa, peran Ansor di masa lalu jauh lebih sulit dibandingkan sekarang, terutama di era Orde Baru. Saat itu, kader Ansor sulit mendapatkan akses untuk bertemu pejabat pemerintah, bahkan kepala desa.
“Saat zaman Orde Baru luar biasa sulitnya. Dulu Ansor ketemu kepala desa saja susah, apalagi ketemu bupati. Sekarang lebih mudah. Dulu, pada tahun 1990, saya mendatangkan Gus Dur ke Banyuwangi. Saat itu, saya di Ansor berpikir bahwa Orde Baru selalu mengangkat orang-orang pintar menjadi PNS agar tidak bisa bergerak leluasa,” ujarnya.
Meski sempat diangkat menjadi Ketua Administrasi Kependudukan Kecamatan Srono setelah lulus dari IKIP, Cak Abdillah menegaskan bahwa dirinya tetap aktif di Ansor, meskipun hal itu membuatnya diawasi oleh aparat saat itu.
Jangan Tinggalkan Masjid, Mushola, dan Pesantren
Cak Abdillah menekankan pentingnya kedekatan Ansor dan Banser dengan masjid, mushola, dan pesantren. Menurutnya, salah satu tantangan yang dihadapi Ansor dan Banser saat ini adalah kurangnya keterikatan dengan tempat-tempat ibadah dan para kiai.
“Ansor jangan terlalu meninggalkan langgar, pondok, kiai. Seringlah ketemu dengan mereka. Kalau ada diskusi atau rapat, lebih baik di rumah kiai, biar yang memberi makan juga kiai,” katanya.
Ia juga berbagi pengalaman pribadinya saat masih aktif di Ansor. Pada saat itu, jika ada anggota yang kesulitan dalam hal seragam atau kendaraan, solusi yang diambil adalah dengan memanfaatkan solidaritas di Masjid.
“Kalau dulu ada anak-anak Ansor yang tidak punya kendaraan atau seragam, Kiai akan pidato di Masjid dan urunan pun dilakukan. Jadi kalau sekarang Banser kesulitan seragam, mungkin para pimpinan kurang memanfaatkan Masjid, Langgar, dan Pondok Pesantren,” tambahnya.
Banser sebagai Benteng Ulama dan Negara
Dalam kesempatan tersebut, Cak Abdillah juga menegaskan bahwa peran utama Banser adalah sebagai benteng ulama dan benteng negara. Ia mengingatkan agar Banser tidak justru terlibat dalam konflik yang melibatkan ulama, terutama terkait urusan politik.
“Banser itu benteng ulama dan benteng negara. Jangan sampai ada Banser yang malah berseberangan dengan kiai karena urusan partai. Biarkan saja mereka, kita fokus menjaga,” tegasnya.
Menurutnya, keberadaan Banser menjadi tidak terlihat apabila kondisi di Banyuwangi kondusif. Hal ini karena tugas Banser adalah menjaga keamanan dan ketertiban, sehingga ketika tidak ada ancaman atau permasalahan, perannya tidak tampak.
“Kalau Banyuwangi ini kondusif, berarti Bansernya tidak laku. Padahal, saya yakin Banyuwangi tidak sepenuhnya kondusif,” kata Cak Abdillah.
Tantangan Banser dalam Organisasi
Dalam diskusi ini, hasil survei peminatan kader Ansor terhadap Banser juga menjadi bahan evaluasi. Berdasarkan survei yang dilakukan sebelumnya oleh PC GP Ansor Banyuwangi terhadap 500 kader, hanya 33 persen yang tertarik bergabung dengan Banser, sedangkan mayoritas atau 46 persen lebih memilih Rijalul Ansor.
Cak Abdillah melihat angka ini sebagai tantangan bagi Ansor Banyuwangi dalam memperkuat peran Banser di masyarakat. Menurutnya, minimnya peminatan terhadap Banser bisa jadi disebabkan oleh kurangnya perhatian terhadap kaderisasi dan minimnya daya tarik program Banser.
“Kita ini punya pasukan ribuan, tapi kalah dengan organisasi lain. Kalau Banser ingin kuat dan diminati, maka Banyuwangi harus dibuat ‘ruwet’,” ujarnya.
Pernyataan ini mengindikasikan bahwa Banser harus lebih aktif dalam berbagai kegiatan sosial, keagamaan, dan kemasyarakatan agar keberadaannya semakin dihargai dan diminati oleh generasi muda.
Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, Cak Abdillah berharap Ansor dan Banser Banyuwangi tetap berpegang teguh pada nilai-nilai perjuangan dan tidak menjauh dari para kiai serta pesantren. Kedekatan dengan ulama, menurutnya, adalah kunci utama dalam menjaga soliditas dan keberlanjutan organisasi.
“Kalau ingin masalah Ansor dan Banser selesai, tetaplah dekat dengan Masjid, Mushola, dan Pesantren,” pungkasnya.