Washington – Pengadilan banding federal di Amerika Serikat, Kamis (29/5/2025), memutuskan untuk sementara mengaktifkan kembali tarif impor besar-besaran yang diberlakukan oleh Presiden Donald Trump, hanya sehari setelah Pengadilan Perdagangan Internasional AS menyatakan kebijakan tersebut melampaui kewenangan konstitusional presiden dan memerintahkan penghentian langsung.
Putusan sementara dari United States Court of Appeals for the Federal Circuit di Washington itu memungkinkan pemerintah melanjutkan pemberlakuan tarif sambil proses banding berlangsung. Pengadilan memerintahkan pihak penggugat untuk memberikan tanggapan hingga 5 Juni, dan pemerintah AS hingga 9 Juni.
Keputusan mendadak dari pengadilan perdagangan pada Rabu (28/5/2025) dinilai berpotensi menghambat atau bahkan membatalkan tarif yang disebut Trump sebagai “Liberation Day Tariffs.” Tarif tersebut menyasar hampir seluruh mitra dagang AS dan menargetkan barang-barang dari Kanada, Meksiko, dan Tiongkok. Dimana Trump menuduh bahwa negara-negara tersebut memfasilitasi peredaran fentanil ke Amerika Serikat.
Panel tiga hakim dari pengadilan perdagangan menyatakan bahwa Konstitusi memberikan kewenangan menetapkan pajak dan tarif kepada Kongres, bukan presiden. Mereka menilai Trump telah melampaui batas kewenangan dengan memanfaatkan International Emergency Economic Powers Act (IEEPA). Undang-undang tersebut sejatinya digunakan untuk situasi darurat nasional.
Pemerintah Trump menyatakan tidak gentar menghadapi putusan tersebut. Pejabat senior Gedung Putih mengatakan pihaknya optimistis bisa menang dalam proses banding. Mereka juga mempertimbangkan penggunaan kekuasaan eksekutif lainnya untuk memastikan tarif tetap berlaku.
Presiden Trump dalam pernyataan di media sosial menyebut keputusan pengadilan sebagai “pengkhianatan terhadap negara.” Ia berharap Mahkamah Agung akan membatalkan putusan tersebut.
“Jika keputusan ini dibiarkan, kekuasaan presiden akan hancur total. Ini adalah kemenangan besar bagi negara-negara asing yang ingin AS lemah,” tulis Trump.
Reaksi Mitra Dagang dan Dampaknya di Pasar
Sementara itu, reaksi dari mitra dagang utama cenderung hati-hati. Pemerintah Inggris menyebut keputusan pengadilan sebagai urusan domestik AS. Komisi Eropa dan pemerintah Jerman enggan berkomentar. Namun, Perdana Menteri Kanada Mark Carney mengatakan keputusan pengadilan “sejalan dengan posisi Kanada sejak awal” yang menganggap tarif Trump tidak sah.
Pasar keuangan bereaksi dengan hati-hati. Meskipun ada optimisme dari sisi investor, potensi banding berkepanjangan membuat pergerakan saham terbatas. Analis menilai ketidakpastian atas masa depan tarif Trump tetap tinggi, terutama mengingat dampaknya yang signifikan terhadap dunia usaha.
Menurut analisis , tarif Trump telah menyebabkan kerugian lebih dari 34 miliar dolar AS bagi berbagai perusahaan. Kerugian tersebut mencakup hilangnya penjualan serta meningkatnya biaya produksi.
Beberapa tarif spesifik seperti baja, aluminium, dan otomotif yang diberlakukan dengan dalih keamanan nasional tetap berlaku dan tidak terdampak putusan pengadilan perdagangan.
Liberty Justice Center, organisasi nirlaba yang mewakili lima usaha kecil yang menggugat tarif tersebut, menyatakan bahwa keputusan pengadilan banding bersifat prosedural. Penasihat senior mereka, Jeffrey Schwab, menegaskan bahwa tarif tersebut mengancam kelangsungan usaha kliennya.
Sebuah pengadilan federal terpisah menyatakan bahwa Trump menyalahgunakan IEEPA untuk memberlakukan tarif “resiprokal” setidaknya 10 persen pada sebagian besar mitra dagang. Tarif tersebut bahkan mencapai 25 persen bagi Kanada, Meksiko, dan Tiongkok. Namun, putusan itu lebih sempit cakupannya dan hanya berlaku pada satu perusahaan mainan yang menggugat.
Ketidakpastian Berlanjut
Usai pengumuman besar tarif pada 2 April lalu yang mengguncang pasar, Trump sempat menunda sebagian besar tarif selama 90 hari untuk memberi ruang negosiasi bilateral. Namun, kecuali kesepakatan dengan Inggris awal Mei ini, kesepakatan dengan negara lain belum tercapai.
Analis memperkirakan bahwa proses banding yang belum tentu selesai dalam waktu dekat bisa membuat negara-negara seperti Jepang menunda kesepakatan. “Dengan asumsi banding tidak segera berhasil, negara-negara lain punya waktu untuk bersiap dan batas tarif tetap di 15%,” kata George Lagarias, kepala ekonom Forvis Mazars.
Sebelum Trump kembali menjabat Januari lalu, tarif efektif AS hanya berkisar 2–3 persen. Kini, tarif tersebut naik menjadi sekitar 15%, meski sempat turun usai kesepakatan sementara dengan Tiongkok awal bulan ini.
Tarif-tarif tersebut telah mengguncang berbagai sektor industri dari fesyen, makanan, hingga otomotif. Perusahaan luar negeri seperti Honda, Campari, Roche, dan Novartis bahkan mempertimbangkan relokasi atau ekspansi operasi di AS demi mengurangi dampak tarif.