Moskow – Presiden Rusia Vladimir Putin, Senin (28/4/2025), mengumumkan gencatan senjata selama tiga hari pada Mei mendatang dalam perang melawan Ukraina. Langkah ini diambil untuk memperingati 80 tahun kemenangan Uni Soviet dan sekutunya dalam Perang Dunia II.
Gencatan senjata akan berlangsung mulai 8 Mei hingga 10 Mei, bertepatan dengan perayaan besar Hari Kemenangan di Moskow yang akan dihadiri sejumlah pemimpin dunia, termasuk Presiden China Xi Jinping.
Dalam pernyataan resmi, Kremlin menyebutkan seluruh operasi militer akan ditangguhkan selama periode tersebut. “Rusia berharap pihak Ukraina mengikuti langkah ini. Jika terjadi pelanggaran dari pihak Ukraina, angkatan bersenjata Rusia akan merespons secara memadai,” bunyi pernyataan itu.
Namun, keputusan ini mendapat respons skeptis dari Kyiv. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy mempertanyakan niat Putin mengapa gencatan senjata harus menunggu hingga 8 Mei. Ia menilai, penghentian kekerasan seharusnya dilakukan segera demi menyelamatkan nyawa warga sipil, bukan demi perayaan parade militer.
“Kami menghargai nyawa manusia, bukan parade,” ujar Zelenskiy dalam pidato malamnya.
Kyiv sebelumnya menyerukan gencatan senjata minimal selama 30 hari guna membuka jalan bagi diplomasi. Namun, Moskow menegaskan bahwa pihaknya menginginkan penyelesaian penuh, bukan sekadar jeda pertempuran.
Isyarat Damai di Tengah Tekanan Internasional
Langkah Putin ini muncul di tengah tekanan kuat dari Amerika Serikat untuk segera mengakhiri perang. Presiden AS Donald Trump melalui juru bicara Dewan Keamanan Nasional, Brian Hughes, menyatakan bahwa Presiden Trump menginginkan gencatan senjata permanen, bukan hanya jeda sementara.
“Presiden menyambut niat Putin untuk menghentikan konflik sementara, tetapi beliau telah menegaskan bahwa solusi yang diharapkan adalah penghentian perang secara permanen,” kata Hughes.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio berbicara dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov. Menurut Departemen Luar Negeri AS, Rubio menegaskan pentingnya langkah konkret menuju perundingan damai.
Di sisi lain, Lavrov menyatakan Rusia menginginkan pembicaraan langsung dengan Ukraina tanpa prasyarat. Ia juga menegaskan posisi Rusia yang menuntut pengakuan internasional atas empat wilayah Ukraina yang diklaim Moskow sejak 2022 serta syarat “demiliterisasi dan denazifikasi” Ukraina.
Keraguan atas Niat Moskow
Kyiv dan negara-negara Barat memandang skeptis langkah Rusia ini. Ukraina menuduh Moskow hanya memanfaatkan waktu jeda untuk memperkuat posisi militernya dan merebut lebih banyak wilayah.
“Rusia tidak mencari perdamaian sejati. Mereka bermain waktu,” kata seorang pejabat senior Ukraina yang tidak disebutkan namanya.
Hubungan antara Moskow dan Washington pun mengalami ketegangan setelah Trump mengkritik serangan udara Rusia yang menewaskan puluhan warga sipil di Kyiv pekan lalu. Trump bahkan menyatakan keraguannya terhadap keseriusan Putin dalam mengakhiri perang.
Sementara itu, Trump pada Minggu lalu juga mengisyaratkan bahwa Ukraina mungkin harus mempertimbangkan kompromi soal Krimea, wilayah yang dianeksasi Rusia pada 2014. Namun, Presiden Zelenskiy menegaskan bahwa hal itu bertentangan dengan konstitusi Ukraina.