New York – Kantor berita Reuters memenangkan penghargaan Pulitzer untuk kategori jurnalisme investigatif pada Senin (5/5/2025), berkat seri liputannya yang membongkar perdagangan internasional bahan kimia pembuat fentanyl, obat bius sintetis yang menjadi biang krisis kematian akibat overdosis di Amerika Serikat, dengan korban mencapai lebih dari 450.000 jiwa.
Seri bertajuk “Fentanyl Express” itu mengungkap bagaimana bahan kimia dari China—murah dan mudah didapat—mengalir deras ke Amerika, serta kegagalan otoritas AS dalam menghentikan perdagangan mematikan tersebut, meski telah ada berbagai upaya diplomatik dan penegakan hukum selama dua pemerintahan terakhir.
“Hanya dengan $3.600, tim kami berhasil membeli cukup bahan kimia dan peralatan untuk membuat fentanyl senilai $3 juta,” tulis Reuters. Namun, para jurnalis tidak membuat obat itu, dan seluruh bahan dimusnahkan dengan aman. Laporan ini dianggap sebagai pembongkaran mendalam pertama atas rantai pasok bahan kimia fentanyl.
Editor-in-chief Reuters, Alessandra Galloni, menyebut pencapaian ini sebagai bukti kekuatan jurnalisme investigatif dalam mengungkap kebenaran dan mendorong perubahan. Ini adalah Pulitzer ke-13 bagi Reuters sejak pertama kali menang pada 2008.
New York Times dan The New Yorker Dominasi Pulitzer 2025
New York Times meraih empat penghargaan Pulitzer, termasuk untuk liputan fotografi berita saat upaya pembunuhan Donald Trump pada Juli lalu, liputan mendalam soal perang Afghanistan, dan laporan internasional mengenai konflik di Sudan oleh jurnalis Declan Walsh. Salah satu Pulitzer lainnya dimenangkan bersama media lokal Baltimore Banner untuk liputan dampak fentanyl di Baltimore, khususnya di kalangan pria kulit hitam usia lanjut.
Sementara itu, majalah The New Yorker meraih tiga penghargaan dalam kategori komentar, fotografi fitur, dan laporan audio. Ketiga kategori tersebut menyoroti konflik global serta isu sosial domestik yang tengah menjadi perhatian.
Washington Post, ProPublica dan Penghargaan untuk Keberanian
Washington Post menyabet dua penghargaan, termasuk untuk laporan kilat atas percobaan pembunuhan Trump. Kartunis editorial Ann Telnaes dianugerahi Pulitzer meski telah mengundurkan diri empat bulan lalu. Penghargaan itu diberikan setelah karyanya yang menyindir Jeff Bezos dan Donald Trump ditolak oleh redaksi. Dewan juri menyebut karyanya sebagai bentuk “keberanian tanpa kompromi.”
Penghargaan paling bergengsi, yakni Public Service Award, diraih ProPublica lewat investigasi mengenai kematian perempuan hamil yang tidak segera mendapat perawatan karena kekhawatiran dokter terhadap undang-undang aborsi yang ketat.
Tema Rasial dan Seni Jadi Sorotan
Pulitzer tahun ini juga memberi perhatian pada tema ketimpangan rasial. Penghargaan khusus diberikan kepada mendiang Chuck Stone atas dedikasinya dalam meliput gerakan hak-hak sipil. Di bidang seni dan sastra, Percival Everett menang kategori fiksi lewat novel “James”—reinterpretasi dari Huckleberry Finn yang mengangkat sudut pandang tokoh Jim. Sementara itu, Edda L. Fields-Black meraih penghargaan sejarah atas tulisannya tentang Harriet Tubman, dan drama “Purpose” karya Branden Jacobs-Jenkins memenangi kategori teater.
Pulitzer Prize sendiri adalah penghargaan paling bergengsi dalam dunia jurnalisme dan kesusastraan di Amerika Serikat, yang telah diberikan sejak 1917. Tahun ini, penghargaan tidak hanya mencerminkan prestasi jurnalistik, tetapi juga keberanian dan kedalaman riset. Kepekaan sosial yang semakin relevan di tengah tantangan zaman juga menjadi aspek penting dalam penilaian.