Washington – Gelombang protes menentang pemerintahan Presiden Donald Trump kembali menggema di berbagai kota besar dan kecil di Amerika Serikat, Sabtu (19/4/2025) waktu setempat. Ribuan warga memadati jalan-jalan dengan satu suara: menolak apa yang mereka anggap sebagai ancaman terhadap nilai-nilai demokrasi dan hak-hak sipil di negara itu.
Dari jantung kota New York hingga pantai barat San Francisco, massa menyuarakan keprihatinan mereka atas kebijakan imigrasi, pemangkasan layanan publik, hingga indikasi “kekuasaan tiranik” dari pemimpin tertinggi negara tersebut.
Mengenang Perlawanan Kolonial
Di Massachusetts, tepatnya dalam peringatan peristiwa sejarah “the shot heard ’round the world” — awal mula Perang Revolusi Amerika pada 19 April 1775 — ratusan orang berkumpul untuk menyuarakan kegelisahan mereka. Thomas Bassford (80), pensiunan tukang batu dari Maine, datang bersama keluarga untuk memberi pelajaran langsung kepada cucu-cucunya tentang arti perjuangan kemerdekaan.
“Ini masa yang sangat berbahaya bagi kebebasan di Amerika. Kami harus berdiri dan melawan,” ujarnya dengan nada penuh keyakinan.
Semangat perlawanan terhadap kekuasaan absolut juga terasa kuat di Anchorage, Alaska. Seorang aktor sejarah mengenakan kostum kolonial sambil mengangkat papan bertuliskan “No Kings”, sementara di sebelahnya terlihat poster besar bertuliskan, “The Feudal Age is OVER.”
Lautan Massa di Berbagai Kota
Di Denver, ratusan orang memadati gedung Capitol Negara Bagian Colorado, membawa spanduk yang menyuarakan solidaritas dengan imigran dan seruan “Hands Off!” kepada pemerintah. Di Portland, ribuan pengunjuk rasa membanjiri pusat kota, sementara di San Francisco, ratusan orang menulis pesan besar di pasir pantai: “Impeach & Remove”, lengkap dengan bendera AS yang dibalik sebagai simbol darurat.
Beberapa aksi bahkan menyasar figur-figur berpengaruh di pemerintahan Trump. Di sejumlah dealer mobil Tesla, aksi protes digelar untuk mengecam Elon Musk, penasihat Trump yang dinilai mendukung pengurangan drastis struktur birokrasi pemerintahan.
Namun tak hanya demonstrasi, sebagian kelompok menggelar aksi sosial seperti penggalangan makanan, diskusi publik, hingga kegiatan sukarela di tempat penampungan.
Kekhawatiran Atas Masa Depan Negeri
Bob Fasick (76), pensiunan pegawai federal dari Springfield, Virginia, turut hadir dalam unjuk rasa di dekat Gedung Putih. Ia mengungkapkan kecemasannya terhadap upaya pemerintah membatasi hak proses hukum, pengurangan dana jaminan sosial, serta kebijakan diskriminatif terhadap kelompok rentan.
“Saya tidak bisa hanya duduk diam dan membiarkan ini terjadi. Dunia yang kita tinggalkan untuk anak-anak kita tidak layak ditinggali jika kita tidak berbuat apa-apa,” tegasnya.
Di Columbia, South Carolina, ratusan orang membawa papan bertuliskan pesan-pesan kuat seperti “Fight Fiercely, Harvard, Fight,” mengkritik tindakan pemerintah terhadap institusi akademik.
Melawan Ketidakadilan dan “Pemerintahan Raja”
Di Manhattan, massa bergerak dari Perpustakaan Umum New York menuju Trump Tower, menyanyikan yel-yel “No fear, no hate, no ICE in our state” — menolak keras deportasi imigran oleh ICE (Badan Imigrasi dan Bea Cukai AS).
Marshall Green, warga New Jersey, mengecam penggunaan Undang-undang Alien Enemies Act tahun 1798 oleh Presiden Trump untuk mengusir imigran yang dituduh terkait geng Venezuela. “Ini manipulasi hukum. Kita tidak sedang berperang. Semua orang berhak atas proses hukum,” katanya.
Melinda Charles dari Connecticut juga angkat suara. Ia menyebut kekuasaan eksekutif Trump sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang. “Negara ini punya tiga cabang pemerintahan yang setara. Tapi yang terjadi sekarang adalah eksekutif menjadi terlalu kuat. Ini tak masuk akal,” katanya.
Seruan untuk Perubahan
Para penyelenggara aksi menyatakan bahwa gerakan ini bukan sekadar protes, tetapi seruan kolektif untuk melindungi demokrasi Amerika. Mereka menolak pelanggaran konstitusi, kebijakan anti-imigran, serta pemangkasan sistem sosial yang selama ini menjadi sandaran jutaan warga.
Pesan yang ingin disampaikan jelas: ketika suara rakyat mulai dikesampingkan, maka jalanan akan menjadi panggung perjuangan baru untuk menjaga semangat demokrasi tetap menyala.