Kuala Lumpur – Pemerintah Thailand dan Kamboja sepakat untuk menggelar perundingan di Malaysia pada Senin (28/7/2025) dalam upaya menghentikan konflik perbatasan yang telah berlangsung selama empat hari dan menewaskan sedikitnya 33 orang. Pertemuan ini adalah langkah awal menuju gencatan senjata setelah intervensi dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Pemerintah Thailand menyatakan bahwa delegasi yang dipimpin oleh Perdana Menteri sementara Phumtham Wechayachai akan menghadiri pertemuan tersebut.
“Kami menyambut baik inisiatif ini dan berterima kasih atas perhatian Presiden Trump,” kata Kementerian Luar Negeri Thailand dalam pernyataan resminya, Minggu (27/7). “Thailand menyetujui prinsip gencatan senjata, namun ingin melihat niat tulus dari pihak Kamboja.”
Sementara itu, Malaysia telah mengonfirmasi bahwa Perdana Menteri Kamboja Hun Manet juga akan hadir dalam pertemuan tersebut. Pemerintah Kamboja sebelumnya telah mengusulkan gencatan senjata segera dan tanpa syarat.
“Saya telah menyampaikan (kepada Trump) bahwa Kamboja setuju dengan gencatan senjata segera,” kata Hun Manet usai panggilan telepon dengan Trump. Ia menambahkan bahwa mediasi dari Trump akan “sangat membantu melindungi nyawa para prajurit dan warga sipil.”
Konflik Meningkat, Rakyat Mengungsi
Sejak pecah pada 24 Juli, pertempuran di wilayah perbatasan telah menewaskan sedikitnya 33 orang, terdiri atas tentara dan warga sipil. Bentrokan tersebut juga memaksa ribuan penduduk Thailand dan Kamboja mengungsi dari rumah mereka.
Laporan dari lapangan menyebutkan bahwa baku tembak dan serangan artileri masih terjadi hingga Minggu dini hari, meskipun kedua negara menyatakan kesediaan untuk berunding. Pihak Kamboja mengalami kerugian signifikan karena serangan udara dan artileri Thailand, dengan sejumlah peralatan militer hancur.
Thailand menuduh Kamboja memicu konflik dengan menerbangkan drone untuk mengintai posisi militer Thailand di dekat perbatasan. Sebaliknya, Kamboja menuding tentara Thailand melanggar kesepakatan lama dengan mendekati kompleks candi Khmer-Hindu yang menjadi sumber sengketa sejak lama.
Trump dan Agenda Perdagangan
Presiden Trump, yang sedang melakukan kunjungan pribadi ke Skotlandia, mengumumkan lewat Truth Social bahwa kedua negara telah sepakat untuk “segera bertemu dan mencapai gencatan senjata serta, pada akhirnya, perdamaian!”
Trump menambahkan bahwa perundingan dagang antara AS dan kedua negara akan ditunda hingga pertempuran dihentikan.
“Saya menantikan untuk menyelesaikan perjanjian dagang dengan keduanya setelah damai tercapai!” tulisnya.
Mulai 1 Agustus, barang dari Thailand dan Kamboja yang diimpor ke Amerika Serikat akan dikenakan tarif sebesar 36 persen jika tidak ada kesepakatan yang dicapai sebelumnya.
Belum jelas bagaimana Trump bisa terlibat dalam situasi ini. Karena sehari sebelumnya, Menteri Luar Negeri Thailand Maris Sangiampongsa menyatakan bahwa negaranya belum membutuhkan mediasi dari pihak ketiga.
Meski demikian, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim sebelumnya juga telah menawarkan diri untuk memfasilitasi perundingan antara kedua negara bertetangga tersebut.
Sengketa Lama yang Belum Usai
Perselisihan antara Thailand dan Kamboja mengenai batas wilayah telah berlangsung selama lebih dari satu abad, berakar dari penetapan batas negara yang terbentuk pasca-penjajahan Prancis di Kamboja. Kompleks candi kuno yang menjadi simbol peradaban Khmer masih menjadi titik sensitif dalam hubungan bilateral kedua negara.
Pertemuan Senin di Kuala Lumpur menjadi harapan baru bagi perdamaian, meski jalan menuju kesepakatan permanen tampak masih panjang.












