Washington/London – Upaya Amerika Serikat mendamaikan perang Rusia-Ukraina kembali memicu ketegangan, kali ini antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy. Dalam perkembangan terbaru pada Rabu (23/4/2025), Trump mendesak Ukraina agar menerima proposal perdamaian yang mencakup pengakuan pendudukan Rusia atas Crimea, sebuah syarat yang langsung ditolak mentah-mentah oleh Kyiv.
Wakil Presiden AS JD Vance, yang sedang melakukan kunjungan ke India, menegaskan bahwa Washington tengah kehilangan kesabaran. Ia menyebut bahwa saatnya telah tiba bagi Rusia dan Ukraina untuk menyetujui usulan perdamaian dari AS, atau “AS akan mundur dari proses ini.”
“Cara satu-satunya untuk menghentikan pertumpahan darah adalah dengan membekukan garis wilayah di posisi saat ini dan memulai proses diplomatik jangka panjang,” ujar Vance.
Sumber diplomatik Barat yang mengetahui isi proposal menyatakan bahwa rencana itu juga mencakup pengakuan resmi atas aneksasi Crimea oleh Rusia, yang dilakukan sejak 2014 dan dikecam luas oleh masyarakat internasional.
Zelenskiy Tegas Tolak: “Melanggar Konstitusi Kami”
Presiden Zelenskiy membalas dengan pernyataan keras. Dalam konferensi pers di Kyiv, ia menyebut bahwa Ukraina tidak akan pernah menyerahkan Crimea, menegaskan hal itu “bertentangan dengan konstitusi” negaranya.
Trump menyebut penolakan itu sebagai “pernyataan yang memperkeruh suasana” dan menuduh Zelenskiy menghambat proses perdamaian. Melalui Truth Social, Trump menulis bahwa Crimea “sudah hilang sejak lama” dan “tidak perlu dibicarakan lagi.”
Meskipun pembicaraan trilateral di London berlangsung dengan suasana panas, Zelenskiy berharap kerja sama ke depan dapat menciptakan solusi damai. Ia bahkan menyertakan kembali Crimea Declaration 2018 dari Mike Pompeo, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Luar Negeri dalam pemerintahan Trump, sebagai penegasan bahwa AS pernah menolak aneksasi Rusia atas wilayah itu.
Ketegangan AS dan Sekutu Eropa
Upaya Trump memediasi perdamaian mendapat respons beragam dari sekutu Eropa. Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio bahkan membatalkan kehadiran dalam pertemuan multilateral yang dijadwalkan bersama perwakilan Ukraina, Inggris, Prancis, dan Jerma, sebuah sinyal adanya perbedaan pandangan antara Washington dan sekutunya.
Sementara itu, Keith Kellogg, utusan khusus Trump untuk Ukraina, menyatakan bahwa pembicaraan dengan Kepala Staf Zelenskiy, Andriy Yermak, berlangsung positif dan menegaskan pentingnya segera “menghentikan pembunuhan dan mewujudkan perdamaian.”
Proposal AS dilaporkan juga memuat sejumlah konsesi besar kepada Rusia, termasuk penerimaan kontrol Rusia atas 20% wilayah Ukraina yang dikuasainya saat ini, pembatalan aspirasi Ukraina bergabung dengan NATO, serta penghapusan sanksi Barat terhadap Moskow.
Pertemuan dengan Putin, Babak Baru?
Pekan ini, utusan Trump, Steve Witkoff, dijadwalkan kembali bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskow, yang akan menjadi pertemuan keempat mereka sejak awal tahun.
Ketika Trump berjanji akan mengakhiri perang dalam 24 jam jika kembali menjabat presiden, negara-negara Eropa kini berada dalam posisi sulit: mempertahankan dukungan terhadap Kyiv, sambil menjaga hubungan strategis dengan Washington.
Pernyataan bersama Inggris, Prancis, dan Jerman menyebutkan bahwa “kemajuan signifikan telah dicapai” untuk menyatukan posisi bersama. “Semua pihak sepakat melanjutkan koordinasi erat dan menantikan putaran pembicaraan berikutnya,” bunyi pernyataan itu.
1 Komentar