Jakarta – Dalam beberapa tahun terakhir, industri semikonduktor global, yang mendukung hampir semua perangkat elektronik modern, menjadi medan pertempuran utama dalam persaingan teknologi antara Amerika Serikat dan China. Di balik kompleksitas manufaktur chip yang sangat rumit dan mahal, terdapat satu pertanyaan besar: apakah strategi Presiden Donald Trump untuk mengembalikan produksi chip ke Amerika Serikat bisa mengancam dominasi Asia dalam sektor ini?
Langkah Trump: Menghadapi Tantangan Rantai Pasokan Global
Selama ini, sektor manufaktur chip global didominasi oleh negara-negara Asia, terutama Taiwan, Korea Selatan, dan Jepang. Meskipun AS pernah menjadi pionir dalam penemuan teknologi semikonduktor, namun saat ini, produksi chip tercanggih dalam skala besar sebagian besar berlangsung di Asia. Proses pembuatan chip yang sangat mahal dan kompleks, termasuk penggunaan bahan baku dari China seperti mineral tanah jarang, menjadikan ekosistem ini sangat terintegrasi dan sulit untuk dipindahkan begitu saja.
Namun, Presiden Trump memiliki pandangan yang berbeda. Dalam upaya mengurangi ketergantungan AS pada negara asing, Trump memperkenalkan kebijakan tarif tinggi sebagai bagian dari rencana untuk mengembalikan lapangan pekerjaan manufaktur ke dalam negeri. Salah satu langkah dramatis yang diambilnya adalah mengancam Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC), pemimpin industri semikonduktor dunia, untuk membayar pajak 100% jika tidak membangun pabrik di AS.
Meskipun demikian, langkah ini tidak semulus yang dibayangkan. Masalah utama yang dihadapi perusahaan-perusahaan AS adalah kurangnya tenaga kerja terampil dan kualitas produk yang lebih rendah di pabrik-pabrik domestik. Produksi chip membutuhkan tingkat ketelitian dan teknologi tinggi yang sulit dicapai tanpa infrastruktur dan ekosistem yang sudah matang, yang selama ini berkembang pesat di Asia.
Undang-Undang Chips dan Sains: Strategi Berkelanjutan di Era Biden
Meski demikian, tidak hanya Trump yang berfokus pada sektor ini. Di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden, sektor manufaktur chip mendapat perhatian lebih melalui disahkannya Undang-Undang Chips and Sains pada tahun 2022. Tujuan dari undang-undang ini adalah untuk memindahkan kembali produksi chip ke AS serta mendiversifikasi rantai pasokan semikonduktor.
Dalam undang-undang tersebut, AS memberikan hibah, kredit pajak, dan subsidi besar kepada perusahaan-perusahaan yang berinvestasi dalam pabrik-pabrik chip di dalam negeri. Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC) dan Samsung menjadi penerima manfaat utama dari kebijakan ini. TSMC, misalnya, menerima hibah sebesar US$6,6 miliar untuk membangun fasilitas produksi chip canggih di Arizona. Tak hanya itu, TSMC juga mengumumkan investasi tambahan senilai US$100 miliar untuk mendirikan tiga pabrik baru di AS.
Sementara itu, Samsung diperkirakan menerima subsidi sekitar US$6 miliar untuk pembangunan fasilitasnya di Taylor, Texas. Keputusan-keputusan ini menunjukkan bahwa meskipun tantangan dalam membangun kapasitas produksi chip di AS tidak sederhana, banyak perusahaan besar tampaknya siap untuk berinvestasi dalam jangka panjang demi mengambil bagian dalam peluang yang ditawarkan oleh pasar domestik.
Apa yang Akan Terjadi dengan Dominasi Asia?
Meskipun AS berusaha keras mengembalikan produksi chip ke dalam negeri, tidak dapat dipungkiri bahwa Asia masih memiliki keunggulan dalam menciptakan chip berpresisi tinggi. Taiwan, misalnya, dengan TSMC-nya, terus menjadi pemain utama dalam memproduksi chip tercanggih yang digunakan di berbagai perangkat, dari smartphone hingga kendaraan listrik dan jet tempur.
Namun, upaya AS untuk memindahkan sebagian besar produksi chip ke dalam negeri, didorong oleh kebijakan pemerintah dan insentif finansial yang besar, bisa menandakan perubahan besar dalam peta industri semikonduktor global. Dengan dukungan pemerintah yang kuat, ada potensi bagi AS untuk mengurangi ketergantungan pada negara-negara Asia dalam beberapa jenis chip, terutama yang digunakan untuk teknologi-teknologi canggih.
Namun, pertanyaan besar yang masih menggantung adalah apakah AS akan dapat menciptakan ekosistem manufaktur semikonduktor yang sebanding dengan apa yang telah dibangun di Asia. Keunggulan Taiwan, Korea Selatan, dan Jepang dalam hal teknologi dan pengalaman produksi mungkin masih sulit untuk disaingi dalam waktu dekat.
Kesimpulan: Masa Depan Chip di Tangan AS?
Seiring dengan kebijakan Trump dan langkah-langkah lebih lanjut yang diambil oleh pemerintah AS saat ini, masa depan sektor semikonduktor global tampaknya akan semakin kompetitif. Dengan investasi yang terus mengalir ke dalam sektor ini, terutama dalam bentuk subsidi besar dan insentif finansial, ada harapan bagi AS untuk merebut kembali sebagian pasar produksi chip.
Namun, dominasi Asia, khususnya Taiwan, dalam produksi chip berpresisi tinggi, masih menjadi tantangan besar yang harus dihadapi. Meski demikian, strategi AS untuk memperkuat sektor manufaktur chip dalam negeri bisa mengarah pada perubahan besar dalam struktur industri semikonduktor global, yang mungkin akan memberi dampak jangka panjang pada hubungan ekonomi global dan persaingan teknologi antara AS dan China.