Roma – Kota Roma dipenuhi lautan manusia saat Paus Fransiskus dimakamkan, Sabtu (26/4/2025), dalam sebuah upacara kenegaraan yang penuh khidmat di Vatikan. Ratusan ribu peziarah dan lebih dari 100 kepala negara hadir, mengiringi kepergian pemimpin Gereja Katolik asal Amerika Selatan pertama tersebut, yang wafat pada usia 88 tahun setelah 12 tahun masa pontifikat.
Sejak pagi hari, suasana di sekitar Basilika Santo Petrus telah ramai. Remaja peziarah, biarawati, imam berbagai ordo, hingga umat dari berbagai penjuru dunia berbondong-bondong menuju Vatikan. Pemerintah Kota Roma menutup sebagian besar jalan di sekitar Vatikan untuk memfasilitasi arus pengunjung dan memperketat pengamanan.

Seorang tentara memegang sistem anti-drone yang dapat menonaktifkan atau menangkap drone liar. (foto:AFP)
Sedikitnya 8.000 personel polisi dari berbagai kesatuan, petugas medis, pemadam kebakaran, relawan, hingga penjaga taman diterjunkan untuk menjaga keamanan. Berbagai aksen Italia, dari Sicilia hingga Milan, terdengar mewarnai keramaian.
Pada pukul 08.00 waktu setempat, Lapangan Santo Petrus hampir seluruhnya penuh. Jessica (22) dari Meksiko dan Cyril (20) dari Amerika Serikat mengaku tiba saat fajar demi mendapatkan tempat terbaik. “Kami berkorban sedikit tidur, tapi ini sepadan,” kata Jessica.
Kehadiran para kepala negara menambah nuansa historis upacara tersebut. Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, dan Presiden Prancis Emmanuel Macron terlihat saling bertegur sapa di Vatikan. Sebuah foto yang menampilkan Trump dan Zelensky duduk berdampingan beredar luas, kemudian diketahui keduanya sempat bertemu selama 15 menit sebelum misa.
Misa Requiem dipimpin oleh Kardinal Giovanni Battista Re (91), dengan struktur serupa misa pemakaman Katolik pada umumnya. Bacaan Kitab Suci disampaikan dalam berbagai bahasa, sementara seluruh lagu dinyanyikan dalam bahasa Latin.
Dalam homilinya, Kardinal Re menegaskan kembali komitmen Paus Fransiskus terhadap perdamaian dan para migran. Ia mengenang perjalanan pertama Paus ke Pulau Lampedusa, gerbang masuk para pengungsi ke Eropa, serta misa bersejarah di perbatasan Amerika Serikat-Meksiko.
“Perang selalu meninggalkan dunia dalam kondisi lebih buruk. Itu adalah kekalahan tragis bagi semua,” ujar Kardinal Re, mengutip pernyataan Paus semasa hidup.
Seiring misa berakhir, para imam membagikan komuni kepada umat. Peti sederhana Paus Fransiskus kemudian diberkati dan didupai sebelum lonceng Basilika Santo Petrus berdentang tiga kali, menandai penghormatan terakhir.
Prosesi pemakaman dilanjutkan dengan iring-iringan melalui jalan-jalan utama Roma. Sekitar 140.000 orang melambaikan tangan saat mobil jenazah—sebuah popemobile putih yang dimodifikasi—melintasi Colosseum, Forum Romawi, hingga Altare della Patria di Piazza Venezia.

Massa berkumpul di sepanjang jalur yang dilewati “Popemobile”. (foto:AFP)
Peti Paus Fransiskus akhirnya tiba di Basilika Santa Maria Maggiore pada sore hari dan dimakamkan di sisi kanan basilika, dekat sebuah ikon Bunda Maria yang sangat dicintainya.
Sementara itu, para peziarah dengan cepat membubarkan diri, banyak di antaranya terlihat menikmati suasana di kafe dan restoran kawasan Borgo Pio.
“Rasanya luar biasa, bertemu orang-orang dari seluruh dunia dalam satu lapangan dan merasakan kebersamaan ini. Ini warisan Paus,” ujar Grazia, peziarah asal Sardinia.
Kepala Perlindungan Sipil Italia, Fabio Ciciliano, menyatakan bahwa seluruh rangkaian acara berjalan aman dan tertib tanpa insiden besar.
Kini, perhatian dunia Katolik beralih pada Konklaf yang akan memilih penerus Paus Fransiskus. Dengan 135 kardinal diperkirakan hadir, ini akan menjadi konklaf terbesar dan salah satu yang paling sulit diprediksi dalam sejarah modern.
Saat ditanya apakah dunia kini menantikan Paus dari Asia, Kardinal Tonga Soane Patita Paini Mafi hanya tersenyum sambil menunjuk ke langit. “Hanya Dia yang tahu,” katanya.