Jakarta – Kejaksaan Agung mengungkap adanya kesepakatan jatah co-investment sebesar 30% dari pihak Google dalam proyek pengadaan laptop Chromebook pada era Menteri Nadiem Makarim.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, menyatakan bahwa kesepakatan tersebut bermula dari pertemuan antara Menteri Nadiem Makarim dan pihak Google, yakni WKM dan PRA, tak lama setelah Nadiem menjabat sebagai menteri.
“Pada bulan Februari dan April 2020, NAM bertemu dengan pihak Google yaitu WKM dan PRA membicarakan pengadaan TIK di Kemendikbudristek,” ujar Qohar dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung, Selasa (15/7/2025).
Staf Khusus Menteri, Jurist Tan kemudian menindaklanjuti hasil pertemuan tersebut. Ia mengadakan diskusi lanjutan dengan Google untuk membahas aspek teknis pengadaan Chromebook berbasis Chrome OS. Dalam pembahasan itu, Jurist juga menyampaikan adanya skema co-investment senilai 30 persen dari nilai proyek untuk Kemendikbudristek.
“Skema ini kemudian dipaparkan oleh tersangka JT dalam rapat bersama Sekjen Kemendikbudristek Hamid Muhammad, Direktur SMP 2020–2021 Mulyatsyah, dan Direktur SD 2020–2021 Sri Wahyuningsih,” kata Qohar.
Chromebook Tidak Efektif di Indonesia
Program Digitalisasi Pendidikan ini berlangsung pada 2019 hingga 2022, dengan total pengadaan sebanyak 1,2 juta unit laptop senilai Rp9,3 triliun. Laptop Chromebook tersebut dikirimkan ke berbagai sekolah di Indonesia, termasuk wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Namun, penggunaan Chromebook dinilai tidak efektif bagi sekolah-sekolah di daerah 3T karena keterbatasan akses internet. Selain itu, Kejaksaan menemukan adanya dugaan kerugian negara sebesar Rp1,98 triliun dalam proyek tersebut. Nilai itu terdiri dari mark up harga laptop senilai Rp1,5 triliun dan pemborosan pada item software (CDM) senilai Rp480 miliar.
Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan empat tersangka: Mulyatsyah, Sri Wahyuningsih, Jurist Tan, dan Ibrahim Arief.