Jakarta – Pemerintah Indonesia memulai negosiasi perdagangan dengan Amerika Serikat terkait pemberlakuan tarif tinggi atas sejumlah komoditas ekspor Indonesia, yang dikenal sebagai “tarif Trump”. Pertemuan awal berlangsung Jumat (18/4/2025), melibatkan sejumlah pejabat tinggi dari kedua negara.
Delegasi Indonesia dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, didampingi Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono dan Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional Mari Elka Pangestu. Mereka bertemu dengan perwakilan dari Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) dan Departemen Perdagangan AS.
Airlangga menyatakan Indonesia memiliki daya saing perdagangan yang solid. Ia menyoroti neraca perdagangan Indonesia yang positif dengan sejumlah negara mitra, termasuk Amerika Serikat.
“Yang penting Indonesia mendapatkan tarif lebih rendah. Tarif untuk Indonesia harus seimbang dengan negara lain,” ujar Airlangga dalam siaran Kompas TV, Sabtu (18/4/2025).
Permintaan Saling Mengemuka
Negosiasi diawali dengan saling menyampaikan aspirasi. Pemerintah AS mengharapkan adanya keseimbangan dalam kebijakan tarif dan menyampaikan beberapa keberatan atas kebijakan non-tarif Indonesia.
Menanggapi hal itu, pemerintah Indonesia menyerahkan dokumen resmi sebagai bentuk respons. “Indonesia juga sudah menyampaikan dokumen untuk merespons yang terkait dengan non-tariff measures tersebut,” ujar Airlangga.
Sebaliknya, Indonesia juga meminta agar tarif ekspor produk unggulannya ke AS—seperti garmen, alas kaki, furnitur, dan udang—dapat ditekan. Saat ini, tarif yang dikenakan kepada produk Indonesia mencapai 47 persen, termasuk tambahan 10 persen tarif khusus.
“Tambahan tarif ini membuat biaya ekspor meningkat. Kami diminta berbagi beban oleh pembeli di AS,” kata Airlangga.
Disepakati Rampung dalam 60 Hari
Dalam perundingan awal, kedua negara menyepakati negosiasi akan berlangsung selama 60 hari. Pemerintah berharap pembicaraan akan rampung dalam satu hingga tiga putaran perundingan.
Kerangka perjanjian telah dibahas, mencakup kerja sama perdagangan, investasi, mineral penting, dan penguatan rantai pasok yang berkelanjutan.
Tambahan Impor dari AS
Sebagai bagian dari strategi menjaga keseimbangan perdagangan, Indonesia menyampaikan rencana menambah impor energi dari AS, termasuk LPG, minyak mentah, dan bensin.
Selain itu, pemerintah juga akan memperluas impor produk agrikultur seperti gandum, kedelai, bungkil kedelai, dan susu kedelai. Nilai pembelian produk-produk tersebut diperkirakan mencapai 18-19 miliar dollar AS.
Kerja Sama Mineral dan Investasi Digital
Indonesia juga menawarkan kerja sama dalam pengelolaan dan hilirisasi critical minerals, serta menjajaki kemitraan di sektor digital dan pengembangan sumber daya manusia, termasuk bidang sains, teknologi, dan layanan keuangan.
Protes Kebijakan Dalam Negeri
Di sisi lain, pemerintah AS menyampaikan sejumlah keberatan terhadap kebijakan Indonesia. Di antaranya, sulitnya memperoleh sertifikasi halal, syarat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), pembatasan impor gula, serta subsidi bagi pelaku UMKM.
Strategi Pemerintah Hadapi Tarif
Sebagai langkah mitigasi, pemerintah Indonesia menyiapkan paket kebijakan untuk sektor terdampak, seperti industri padat karya dan perikanan. Tiga satuan tugas dibentuk untuk mempercepat deregulasi, meningkatkan daya saing, dan efisiensi industri nasional.
Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional Mari Elka Pangestu menambahkan, pemerintah akan mendorong relokasi industri dan diversifikasi pasar ekspor ke negara-negara mitra baru seperti Jepang, Korea Selatan, dan Australia.
“Diversifikasi rantai pasok dan kemitraan baru menjadi strategi utama menghadapi dinamika tarif global,” ujarnya.







