Gaza – Israel serang warga Gaza yang sedang antre mengambil air. Serangan udara itu telah menewaskan sedikitnya 10 orang, termasuk enam anak-anak, pada Sabtu (12 Juli 2025). Insiden tragis ini terjadi di tengah meningkatnya kekerasan yang telah mengakibatkan lebih dari 58.000 kematian selama konflik berlangsung.
Saksi mata melaporkan bahwa sebuah drone menembakkan rudal ke arah kerumunan yang memegang jerigen kosong di dekat sebuah truk tangki air di kamp pengungsi Nuseirat, Gaza Tengah. Ramadan Nassar, seorang penduduk setempat, mengatakan bahwa sekitar 20 anak-anak dan 14 orang dewasa sedang antre saat serangan terjadi. Rumah Sakit Al-Awda menerima 10 jenazah, termasuk enam anak, menurut laporan pejabat kesehatan setempat.
Israel Defense Forces (IDF) menyatakan bahwa serangan tersebut ditujukan kepada seorang militan Jihad Islam. Namun “meleset puluhan meter dari sasaran” akibat “kesalahan teknis”. Insiden ini masih dalam proses penyelidikan.
Serangan di Zawaida
Serangan terpisah pada hari Minggu juga menewaskan sembilan orang, termasuk anak-anak, di sebuah rumah di Zawaida. Selain itu, 31 warga Palestina tewas pada hari Sabtu saat mereka menuju lokasi distribusi bantuan yang dikelola oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF) di dekat Rafah, Gaza Selatan. Menurut pejabat rumah sakit dan saksi, insiden tersebut menunjukkan tingginya angka kekerasan yang terjadi di wilayah tersebut.
Palang Merah Internasional melaporkan bahwa rumah sakit lapangan mereka menerima jumlah korban tewas terbanyak dalam lebih dari satu tahun operasi. Dari lebih 100 korban luka-luka, sebagian besar menderita luka tembak.
Kondisi Kemanusiaan di Gaza
Perang yang telah berlangsung selama 21 bulan ini membuat lebih dari dua juta penduduk Gaza sangat bergantung pada bantuan luar negeri. Pakar keamanan pangan telah memperingatkan risiko kelaparan, terlebih setelah Israel membatasi masuknya bantuan sejak berakhirnya gencatan senjata terakhir pada Maret lalu.
“Semua korban yang selamat menyatakan bahwa mereka hanya berusaha mendapatkan makanan,” kata Palang Merah. Palang Merah menyoroti “frekuensi dan skala yang mengkhawatirkan” dari insiden korban massal di titik-titik distribusi bantuan.
Hingga kini, jurnalis asing tidak diperkenankan masuk ke Gaza sehingga verifikasi independen terhadap jumlah korban menjadi sulit. Namun, PBB pada Jumat melaporkan bahwa hampir 800 orang telah tewas ketika mencari bantuan makanan di lokasi distribusi sejak akhir Mei.
IDF menyebut bahwa mereka hanya melepaskan “tembakan peringatan” kepada orang-orang yang dianggap mencurigakan. Pihak GHF sendiri membantah terjadi insiden apa pun di dekat titik distribusinya.
Diarahkan, Lalu Ditembaki
Abdullah al-Haddad, salah seorang korban yang selamat, mengaku ditembak dari jarak sekitar 200 meter dari titik distribusi. “Kami sedang berjalan bersama, lalu mereka menembaki kami sekaligus,” katanya di Rumah Sakit Nasser.
Saksi lain, Mohammed Jamal al-Sahloo, menyebut bahwa IDF sebelumnya justru mengarahkan mereka untuk menuju titik bantuan sebelum penembakan terjadi.
Di Tepi Barat, dua warga Palestina juga dimakamkan pada Minggu setelah dikabarkan dibunuh oleh pemukim Israel. Sayfollah Musallet (20), warga Palestina-Amerika asal Florida, tewas setelah dikeroyok, sedangkan rekannya Mohammed al-Shalabi tewas ditembak di dada.
Mandeknya Proses Gencatan Senjata
Di tengah meningkatnya korban jiwa, pembicaraan gencatan senjata yang dimediasi AS masih belum menunjukkan kemajuan. Presiden AS Donald Trump mengaku hampir mencapai kesepakatan antara Israel dan Hamas. Namun, sumber Palestina mengatakan bahwa penolakan Israel untuk menarik pasukan sepenuhnya dari Gaza menjadi ganjalan utama.
Seorang pejabat Israel justru menyalahkan Hamas atas kebuntuan, menuding kelompok itu “menghambat negosiasi” dan “enggan berkompromi”.












