Torre Pacheco, Spanyol – Kerusuhan antara kelompok sayap kanan dan komunitas migran asal Afrika Utara masih mengguncang kota Torre Pacheco di tenggara Spanyol. Pemerintah Spanyol mengonfirmasi, hingga Senin (14/7/2025), sedikitnya 10 orang telah ditangkap terkait kekerasan yang dipicu oleh kekerasan terhadap seorang lansia pekan lalu.
Kerusuhan yang termasuk sebagai salah satu insiden anti-migran terburuk di Spanyol dalam beberapa tahun terakhir itu melibatkan puluhan pemuda bertudung yang melemparkan botol kaca dan benda tumpul ke arah polisi antihuru-hara. Petugas membalas dengan peluru karet untuk membubarkan massa yang mulai tidak terkendali.
Dari Pemukulan Jadi Kerusuhan Massal
Akar peristiwa bermula dari penyerangan terhadap seorang pria berusia akhir 60-an, yang teridentifikasi bernama Domingo Tomas. Dalam wawancara dengan media lokal LaSexta, Tomas mengaku diserang saat sedang berjalan di taman pemakaman oleh dua pria yang berbicara dalam bahasa yang tidak ia pahami.
“Saya dijatuhkan dan dipukul. Semuanya terjadi begitu cepat,” ujarnya. Ia kini menjalani pemulihan di rumah. Kepolisian menyebut telah menahan dua warga asing sebelumnya, dan pada Senin malam, telah menangkap pelaku utama di wilayah Basque Country.
Penangkapan dan Tuduhan Kejahatan Rasial
Tujuh orang lainnya yang ditangkap diamankan karena tuduhan penganiayaan, gangguan ketertiban umum, kejahatan kebencian, atau perusakan properti. Mereka terdiri dari enam warga Spanyol dan satu orang keturunan Afrika Utara.
Torre Pacheco, kota dengan sekitar 40.000 penduduk, memiliki populasi migran yang besar—sekitar sepertiganya adalah migran, banyak dari generasi kedua. Mereka umumnya bekerja sebagai buruh tani harian, tulang punggung ekonomi di wilayah Murcia.
Wali Kota dan Menteri Serukan Ketegangan Mereda
Wali Kota Torre Pacheco, Pedro Ángel Roca, dalam pernyataannya kepada stasiun TV nasional TVE, meminta masyarakat migran agar tidak membalas kekerasan dengan konfrontasi.
“Saya memohon kepada komunitas migran untuk tetap di rumah dan tidak terpancing. Konfrontasi hanya memperbesar rasa takut dan tidak menyelesaikan apapun,” ucapnya.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Fernando Grande-Marlaska menuding retorika anti-imigrasi dari kelompok-kelompok kanan jauh seperti partai Vox sebagai pemicu utama kekerasan.
“Propaganda yang mengaitkan imigrasi dengan kejahatan sangat tidak berdasar dan berbahaya,” ujarnya kepada radio Cadena Ser. Ia menambahkan bahwa kerusuhan ini sebagian besar digerakkan melalui seruan di media sosial.
Respons Vox dan Ketakutan di Kalangan Migran
Ketua Partai Vox, Santiago Abascal, membantah bahwa partainya bertanggung jawab atas kekacauan yang terjadi. Menurutnya, kebijakan migrasi pemerintahlah yang menjadi akar persoalan.
Namun, Menteri Migrasi Elma Saiz menegaskan bahwa Spanyol bukan negara yang memburu imigran.
“Jika kami turun ke jalan, itu demi membela hak ribuan orang yang kini hidup dalam ketakutan,” ujar Saiz kepada harian El País.
Seorang migran asal Afrika Utara bernama Abdelali, yang enggan menyebut nama lengkapnya, mengaku khawatir untuk sekadar keluar rumah.
“Saya takut naik skuter. Mereka melempar botol. Kami hanya ingin damai, itu saja,” katanya.
Sejarah Berulang?
Insiden ini mengingatkan publik Spanyol pada kerusuhan berdarah tahun 2000 di El Ejido, Almeria, ketika migran asal Maroko membunuh tiga warga Spanyol. Gelombang kekerasan yang menyusul kala itu memicu luka mendalam dalam sejarah hubungan rasial di Spanyol.
Kini, dua dekade lebih berselang, bayang-bayang ketegangan itu kembali menyelimuti negeri Matador.