Ahmedabad – Penyebab pesawat Air India dengan nomor penerbangan AI171 jatuh sesaat setelah lepas landas dari Bandara Internasional Sardar Vallabhbhai Patel, Ahmedabad, India, Kamis (12/6/2025) masih menjadi misteri. Namun, para penyelidik menyebut bahwa 30 detik pertama setelah take-off merupakan fase paling kritis dalam penerbangan.
Kecelakaan yang menewaskan 241 orang di dalam pesawat serta sejumlah warga di darat ini, menjadikannya tragedi udara terburuk dalam satu dekade terakhir. Insiden tersebut juga merupakan kecelakaan fatal pertama yang melibatkan pesawat Boeing 787-8 Dreamliner sejak mulai beroperasi secara komersial pada 2011.
Fase Kritis dan Sinyal Bahaya Sejak Awal
Pesawat yang dikemudikan Kapten Sumeet Sabharwal dan kopilot Clive Kundar lepas landas pada pukul 13.39 waktu setempat. Kedua pilot memiliki pengalaman lebih dari 9.000 jam terbang secara kolektif. Pesawat ini membawa 242 orang serta 100 ton bahan bakar, jumlah yang hampir maksimal untuk penerbangan jarak jauh ke London Gatwick.
Namun, hampir seketika setelah mengudara, menara pengawas menerima panggilan “mayday” dari kokpit. Beberapa detik kemudian, komunikasi terputus. Seorang korban selamat yang menjadi satu-satunya penumpang yang lolos dari maut mengaku mendengar ledakan keras saat pesawat kesulitan menambah ketinggian.
Data terakhir menunjukkan pesawat hanya mencapai ketinggian 625 kaki (190 meter) sebelum jatuh dan meledak di area pemukiman padat. Sebuah rekaman CCTV memperlihatkan pesawat sempat terbang rendah sebelum akhirnya hilang dari pandangan dan menabrak bangunan.
Dugaan Kerusakan Ganda Mesin
Salah satu dugaan awal yang muncul adalah kegagalan mesin ganda, kondisi yang sangat langka dalam dunia penerbangan. Kegagalan semacam ini pernah terjadi pada “Miracle on the Hudson” tahun 2009. Pada saat itu, pesawat US Airways berhasil mendarat darurat di Sungai Hudson setelah kehilangan dua mesin akibat menabrak burung.
Namun, hingga kini belum ada bukti yang jelas bahwa kedua mesin Dreamliner tersebut mati. Beberapa ahli menyebut kemungkinan adanya kontaminasi bahan bakar atau penyumbatan pada salurannya. Kondisi ini dapat menyebabkan mesin mati akibat kurangnya suplai bahan bakar.
GE Aerospace, selaku produsen mesin pesawat, dan Boeing telah mengirimkan tim investigasi ke India untuk membantu proses penyelidikan yang kini melibatkan otoritas dari India, Amerika Serikat, dan Inggris.
Ancaman Burung di Langit Ahmedabad
Beberapa pilot India mengindikasikan bahwa bandara Ahmedabad dikenal rawan terhadap serangan burung. Data Kementerian Penerbangan Sipil India menunjukkan 462 insiden serangan burung di Gujarat dalam lima tahun terakhir, dengan sebagian besar terjadi di Ahmedabad.
“Burung selalu ada di sekitar bandara ini,” kata pakar penerbangan Mohan Ranganathan. Meski demikian, serangan burung umumnya tidak fatal kecuali mengenai kedua mesin sekaligus, sesuatu yang masih belum dapat dipastikan dalam kasus ini.
Peran Flap Pesawat
Isu lain yang menjadi sorotan adalah kemungkinan kesalahan konfigurasi sayap (flap) saat lepas landas. Flap sangat penting untuk menciptakan daya angkat maksimal dalam kecepatan rendah, terutama saat suhu tinggi seperti di Ahmedabad yang mencapai 40°C.
Jika flap tidak diperpanjang, pesawat bisa kesulitan terbang, apalagi dengan beban penuh dan bahan bakar penuh. Namun, sistem peringatan Boeing 787 seharusnya memberi sinyal kepada pilot jika konfigurasi tidak sesuai.
“Kesalahan flap sangat tidak biasa karena sudah ada beberapa tahapan pemeriksaan yang harus dilewati sebelum lepas landas,” kata mantan pilot Marco Chan.
Penyelidikan Lanjut dan Harapan Jawaban dari Kotak Hitam
Kotak hitam pesawat yang terdiri dari flight data recorder dan cockpit voice recorder kini menjadi kunci utama untuk mengungkap penyebab pasti kecelakaan ini. Investigasi juga akan melibatkan analisis puing-puing, rekaman CCTV, serta kesaksian para teknisi di bandara.
Untuk saat ini, keluarga korban dan dunia penerbangan menanti jawaban dari salah satu kecelakaan paling tragis dalam sejarah India modern.