Moskow – Presiden Rusia Vladimir Putin, Minggu (11/5/2025), mengusulkan pembicaraan langsung dengan Ukraina di Istanbul pada 15 Mei mendatang. Usulan ini bertujuan untuk mencapai perdamaian jangka panjang dan mengatasi akar konflik yang telah berlangsung sejak Februari 2022.
Dalam pernyataannya dari Kremlin pada dini hari, Putin menyatakan bahwa Rusia siap melakukan perundingan tanpa prasyarat. “Kami menawarkan kepada otoritas Kyiv untuk melanjutkan negosiasi secara langsung tanpa syarat apa pun. Kami usulkan dimulai pada hari Kamis di Istanbul,” ujar Putin.
Putin menyampaikan bahwa ia akan berbicara dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan untuk memfasilitasi pertemuan tersebut. “Proposal kami telah diajukan, keputusan kini berada di tangan otoritas Ukraina dan para kurator mereka, yang tampaknya lebih dipandu oleh ambisi politik pribadi daripada kepentingan rakyat mereka,” kata Putin.
Belum Ada Tanggapan dari Ukraina
Hingga Minggu malam waktu Moskow, belum ada tanggapan resmi dari pihak Ukraina terkait tawaran ini.
Perang Rusia-Ukraina yang telah berlangsung lebih dari dua tahun telah menyebabkan ratusan ribu korban jiwa di kedua belah pihak. Konflik ini juga telah memicu ketegangan terburuk antara Rusia dan Barat sejak Krisis Rudal Kuba 1962. Sejumlah upaya gencatan senjata sebelumnya, termasuk saat Paskah dan peringatan 80 tahun kemenangan Perang Dunia II, berulang kali gagal ditegakkan oleh kedua belah pihak.
Putin menuding Ukraina telah melanggar gencatan senjata terbaru pada bulan Mei dengan melancarkan serangan udara dan laut menggunakan ratusan drone serta rudal buatan Barat. Rusia, kata dia, telah berhasil memukul mundur lima serangan besar terhadap wilayahnya.
Sebaliknya, Ukraina dan negara-negara Barat kerap menuduh Rusia melanggar komitmen gencatan senjata. Pada Sabtu (10/5/2025), negara-negara Eropa kembali mendesak Moskow untuk menerima gencatan senjata 30 hari tanpa syarat, atau menghadapi sanksi ekonomi tambahan.
Putin menolak tekanan tersebut. “Beberapa negara Eropa terus mengajukan ultimatum,” katanya. Namun, ia menegaskan bahwa Rusia tetap membuka pintu negosiasi, merujuk pada draf kesepakatan damai yang sempat dibahas pada 2022. Dalam draf itu, Ukraina diharuskan menyatakan netralitas permanen dengan jaminan keamanan dari lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB.
“Bukan Rusia yang menghentikan pembicaraan saat itu, melainkan Kyiv,” kata Putin.
Rusia Tegaskan Kembali Syarat Damai
Dalam pernyataannya, Putin kembali menyampaikan syarat-syarat damai Rusia: Ukraina harus menghentikan ambisi bergabung dengan NATO dan menarik pasukannya dari empat wilayah yang diklaim Rusia. Rusia juga menginginkan pengakuan internasional atas kontrol de facto-nya atas sekitar seperlima wilayah Ukraina. Meskipun demikian, Moskow menyatakan tidak keberatan dengan keinginan Ukraina untuk bergabung dengan Uni Eropa.
Putin juga berterima kasih kepada Tiongkok, Brasil, negara-negara Afrika dan Timur Tengah, serta Amerika Serikat atas upaya mereka dalam menengahi konflik.
Sementara itu, para pemimpin Barat dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky tetap menilai invasi Rusia sebagai upaya perampasan wilayah secara paksa. Mereka bersumpah untuk mempertahankan integritas teritorial Ukraina.
Konflik ini kini menjadi titik balik dalam hubungan Rusia dengan Barat. Putin menilai bahwa Barat telah merendahkan Rusia pasca runtuhnya Uni Soviet pada 1991, termasuk melalui perluasan NATO ke wilayah yang dianggap sebagai zona pengaruh Moskow.