Yerusalem – Serangan udara dan artileri Israel sejak Kamis pagi menewaskan lebih dari 250 orang di Gaza Utara, menurut otoritas kesehatan setempat. Gelombang serangan ini menjadi salah satu fase paling mematikan sejak gencatan senjata terakhir runtuh pada Maret lalu.
Kementerian Kesehatan Gaza menyebutkan bahwa serangan terfokus di bagian utara wilayah yang padat penduduk tersebut, termasuk di Kota Beit Lahiya dan kamp pengungsi Jabalia, yang mengalami kehancuran parah. “Puluhan korban termasuk perempuan dan anak-anak ditemukan tewas dalam semalam,” kata juru bicara kementerian, Khalil al-Deqran.
Militer Israel menyatakan pihaknya telah menyerang lebih dari 150 target di seluruh Gaza, termasuk pos peluncur rudal antitank, sel militan, serta struktur militer Hamas. Meski menghadapi tekanan internasional yang meningkat, Israel terus memperkuat kekuatan darat di sepanjang perbatasan, memicu spekulasi akan dimulainya serangan darat dalam waktu dekat.
Rencana Serangan Darat Besar-besaran
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengungkapkan pada 5 Mei lalu bahwa pihaknya sedang menyiapkan serangan besar terhadap Hamas. Rencana ini, yang telah disetujui oleh kabinet keamanan Israel, mencakup kemungkinan pengambilalihan seluruh wilayah Gaza serta pengendalian distribusi bantuan kemanusiaan.
Namun, seorang pejabat pertahanan Israel menyatakan bahwa operasi tersebut baru akan diluncurkan setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyelesaikan kunjungannya di Timur Tengah, yang dijadwalkan berakhir Jumat.
Krisis Kemanusiaan Memburuk
Blokade total yang diberlakukan Israel terhadap Gaza semakin memperburuk kondisi warga sipil. Organisasi internasional memperingatkan bahwa kelaparan sudah berada di ambang bencana. Hampir seluruh penduduk telah mengungsi dari rumah mereka sejak serangan dimulai pada Oktober 2023, yang hingga kini telah menewaskan lebih dari 53.000 orang, menurut data otoritas Gaza.
Di kamp Jabalia, relawan dan warga terlihat menggali reruntuhan dengan tangan kosong untuk mencari korban. Sebagian besar jenazah masih tertimbun puing-puing. “Ledakan tidak henti-hentinya semalam. Tanah terasa terus bergetar,” kata Ismail, warga Gaza City. “Kami kira Trump datang untuk menyelamatkan kami, tapi tampaknya Netanyahu tidak peduli—begitu pula Trump,” imbuhnya.
Reaksi Internasional
Presiden AS Donald Trump menyatakan dukungannya terhadap bantuan untuk rakyat Palestina. “Banyak orang di Gaza kelaparan. Kita harus membantu,” ujar Trump saat ditanya soal perluasan operasi Israel di Gaza. Ia menambahkan bahwa dirinya “mengharapkan banyak hal baik terjadi dalam sebulan ke depan.”
Namun, komentar ini belum menunjukkan tanda-tanda akan adanya perubahan besar dalam pendekatan Washington terhadap konflik tersebut. Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, menyampaikan keprihatinan atas situasi kemanusiaan di Gaza, menyebut kondisi saat ini sebagai “mengganggu.”
Harapan Tipis untuk Gencatan Senjata
Di tengah kekacauan, Israel mengirim delegasi ke Doha untuk menghadiri pembicaraan gencatan senjata yang dimediasi Qatar. Namun, Netanyahu menegaskan tidak akan ada konsesi terhadap Hamas. “Israel tetap berkomitmen untuk mengalahkan Hamas,” tegasnya.
Sementara itu, kelompok Hostages and Missing Families Forum menyatakan kekhawatirannya bahwa Israel bisa kehilangan “kesempatan bersejarah” untuk memulangkan 58 sandera yang masih ditahan Hamas. “Kita berada di jam-jam yang menentukan masa depan para sandera, masyarakat Israel, dan bahkan Timur Tengah,” ujar mereka dalam pernyataan resmi.