Taipei – Presiden Taiwan, Lai Ching-te, pada Kamis (27/3/2025) memimpin latihan pertahanan sipil pertama di bawah komite ketahanan sosial yang baru dibentuknya. Simulasi ini bertujuan untuk merespons bencana berskala besar seperti tsunami atau serangan terhadap infrastruktur kritis.
Latihan yang digelar di Kota Tainan, Taiwan selatan, berada di bawah naungan Whole-of-Society Defence Resilience Committee, sebuah badan yang didirikan tahun lalu untuk menangani bencana alam dan keadaan darurat lainnya, termasuk potensi serangan dari Tiongkok. Beijing hingga kini masih mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya.
Dalam sambutannya usai menyaksikan jalannya latihan, Lai menegaskan bahwa ini merupakan latihan langsung pertama bagi komite tersebut. Sekitar 1.500 orang terlibat dalam simulasi ini, dan rencananya latihan serupa akan kembali diadakan bulan depan.
“Tujuan utama dari latihan ini adalah membangun ketahanan masyarakat Taiwan dalam menghadapi bencana alam besar atau kecelakaan yang mengakibatkan banyak korban, serta perubahan geopolitik regional. Kita tidak boleh gagal dalam mempersiapkan diri,” ujar Lai.
Lebih lanjut, ia menambahkan, “Seperti pepatah mengatakan, pencegahan lebih baik daripada pengobatan. Kita seharusnya tidak bergantung pada kemungkinan musuh tidak datang, tetapi pada kesiapan kita dalam menghadapinya.”
Lai menegaskan bahwa keamanan Taiwan tidak hanya bergantung pada kekuatan militer, tetapi juga ketahanan seluruh masyarakat. “Kami berharap bahwa dengan menunjukkan kekuatan ini, baik melalui militer maupun ketahanan masyarakat secara keseluruhan, kita dapat memastikan keamanan Taiwan dan mewujudkan perdamaian melalui kekuatan kita,” tambahnya.
Sementara itu, beberapa saat setelah pernyataan Lai, Kementerian Pertahanan Taiwan melaporkan bahwa Tiongkok kembali menggelar patroli kesiapan tempur gabungan di sekitar Taiwan. Patroli ini melibatkan 28 jet tempur, drone, serta kapal perang.
Latihan di Tainan tersebut mensimulasikan berbagai skenario, termasuk tsunami akibat gempa bumi besar di lepas pantai dan ledakan di terminal pelabuhan penumpang. Simulasi mencakup evakuasi korban ke pusat triase serta pendirian pos komando tanggap darurat.
Dalam latihan ini, korban luka diletakkan di bawah tenda darurat dan menerima perawatan, sementara petugas mencatat status perawatan, jumlah korban luka, serta korban jiwa di papan besar. Meski militer Taiwan tidak terlibat langsung dalam latihan ini, mereka meminjamkan peralatan seperti ruang operasi darurat serta perlengkapan medis lainnya.
Latihan ini turut dihadiri oleh para diplomat senior dari berbagai negara, termasuk perwakilan de facto dari Amerika Serikat, Uni Eropa, Polandia, India, Inggris, Singapura, Jepang, Israel, Kanada, dan Australia.
Taiwan, yang terletak di zona patahan aktif, kerap dilanda gempa bumi dan topan. Meskipun demikian, rencana tanggap bencana yang matang membuat jumlah korban jiwa umumnya tetap rendah. Gempa berkekuatan 7,3 magnitudo pada 1999 menjadi salah satu bencana paling mematikan dalam sejarah Taiwan, menewaskan lebih dari 2.000 orang.