Menu

Mode Gelap
Kejagung Tetapkan Nadiem Makarim Tersangka Korupsi Laptop Chromebook Gempa Dahsyat di Afghanistan Tewaskan Lebih dari 800 Orang Sejumlah Politisi Nasdem, PAN, dan Golkar Dicopot dari DPR Usai Demo Besar Taylor Swift dan Travis Kelce Umumkan Tunangan Siapa Anggota DPR yang Usulkan Gerbong Khusus Perokok? KAI Tegas Tolak Terkontaminasi Radioaktif, Kemendag Hentikan Ekspor Udang Indonesia ke AS

Religi

Ternyata Puasa Mulai Tanggal 16 Sampai Akhir Sya’ban Dilarang Ulama  

badge-check


					Ternyata Puasa Mulai Tanggal 16 Sampai Akhir Sya’ban Dilarang Ulama   Perbesar

Tidak terasa hari ini sudah masuk tanggal 18 Sya’ban. Artinya Ramadhan kurang dari dua Minggu lagi. 

Bulan Sya’ban merupakan salah satu bulan yang memiliki keutamaan dalam Islam. Rasulullah ﷺ banyak berpuasa di bulan ini, sebagaimana disebutkan dalam berbagai hadits. 

Namun, muncul pertanyaan di kalangan umat Islam tentang kebolehan berpuasa di paruh kedua, mulai tanggal 16 sampai akhir, bulan Sya’ban? 

Artikel ini akan membahas dalil-dalil serta pandangan ulama terkait hukum puasa di bagian akhir bulan Sya’ban.

Dalil-dalil Tentang Puasa di Paruh Kedua Sya’ban Terdapat hadits dari Rasulullah ﷺ yang berbunyi:

“Jika bulan Sya’ban telah mencapai pertengahannya, maka janganlah kalian berpuasa.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah, serta dinilai shahih oleh sebagian ulama dan lemah oleh yang lainnya.)

Hadits ini sering dijadikan dasar oleh sebagian ulama untuk melarang puasa setelah tanggal 15 Sya’ban. Namun, ada juga hadits lain yang menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺ banyak berpuasa di bulan Sya’ban, seperti hadits dari Aisyah radhiyallahu ‘anha:

“Aku tidak pernah melihat Rasulullah ﷺ berpuasa dalam satu bulan lebih banyak dari bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Para ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai hukum puasa di paruh kedua bulan Sya’ban:

Sebagian ulama, seperti Imam Asy-Syafi’i dalam salah satu pendapatnya, berpegang pada hadits yang melarang puasa setelah pertengahan Sya’ban. 

Menurut mereka, larangan ini dimaksudkan untuk membedakan antara puasa sunnah dan puasa wajib Ramadhan, agar umat Islam tidak memasuki Ramadhan dalam keadaan lemah.

Meskipun begitu, mayoritas ulama, termasuk Imam Ahmad, Imam Malik, dan sebagian ulama Syafi’iyah, membolehkan puasa di paruh kedua Sya’ban.

Mereka berargumen bahwa hadits yang melarang puasa tersebut berstatus lemah atau ditafsirkan sebagai larangan bagi orang yang tidak memiliki kebiasaan berpuasa sebelumnya. 

Jika seseorang telah rutin berpuasa sunnah, seperti Senin-Kamis atau Ayyamul Bidh (puasa tanggal 13, 14, 15 bulan Hijriyah), maka tidak ada larangan baginya untuk tetap berpuasa hingga akhir Sya’ban.

Dari perbedaan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa:

  1. Puasa di paruh kedua Sya’ban tetap diperbolehkan bagi orang yang telah memiliki kebiasaan berpuasa sebelumnya. 
  2. Larangan berpuasa setelah pertengahan Sya’ban lebih ditujukan bagi orang yang tidak terbiasa berpuasa dan tiba-tiba ingin melakukannya menjelang Ramadhan.
  3. Puasa di paruh kedua Sya’ban tidak boleh dilakukan jika berpotensi melemahkan kondisi fisik menjelang kewajiban puasa Ramadhan.

Dengan demikian, umat Islam dianjurkan untuk memahami dan mengamalkan sunnah sesuai dengan dalil yang kuat dan pendapat ulama yang lebih luas cakupannya. Semoga Allah ﷻ memberikan kita taufik untuk beramal dengan ikhlas dan benar. Aamiin.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Sembur Utik Alat Rumah Tangga, Tradisi Unik Maulid Nabi di Desa Gladag

28 September 2025 - 15:00 WIB

Maulid Nabi di Dusun Lateng Desa Gladag, Chaidir: Mari Tauladani Akhlak Rasulullah

13 September 2025 - 22:18 WIB

Gema Sholawat dan Santunan Yatim Piyatu – Dhuafa di Desa Gladag

12 Juli 2025 - 20:42 WIB

Ngalap Berkah dari Tanah Suci, Pemdes Gladag Gelar Ziarah Haji

30 Juni 2025 - 17:56 WIB

Desa Gladag Sembelih 14 Sapi dan 28 Kambing Kurban: Dibagikan kepada 2.582 KK

7 Juni 2025 - 15:20 WIB

Trending di Religi