Seoul – Ribuan warga Korea Selatan memadati jalan-jalan ibu kota, Seoul, pada hari Sabtu (15/3/2025) untuk menunjukkan dukungan atau penolakan terhadap pemecatan Presiden Yoon Suk Yeol, menjelang keputusan Pengadilan Konstitusi apakah deklarasi darurat militer yang dilakukan Yoon akan mendiskualifikasinya dari jabatan presiden.
Pengadilan Konstitusi Korea Selatan dijadwalkan untuk memberikan keputusan terkait kasus pemecatan Yoon dalam beberapa hari mendatang. Kasus ini telah memicu krisis politik terburuk di negara tersebut dalam beberapa dekade terakhir, sekaligus mengguncang pasar finansial.
Di pusat kota Seoul, ribuan demonstran anti-Yoon berkumpul di sebuah alun-alun besar, menyerukan pengunduran diri presiden yang dimakzulkan tersebut, dan turut bergabung dengan para politisi oposisi.
Sementara itu, beberapa blok dari lokasi tersebut, para pendukung konservatif Yoon memenuhi jalanan besar, menggelorakan seruan untuk kembalinya Yoon ke jabatan, dengan membawa bendera Korea Selatan dan Amerika Serikat.
Partai oposisi utama, Partai Demokratik Korea, mengklaim bahwa satu juta orang hadir dalam demonstrasi anti-Yoon tersebut. Namun, pihak kepolisian, menurut laporan Yonhap, memperkirakan jumlah peserta di setiap demonstrasi sekitar 43.000 orang.
Penerapan darurat militer oleh Yoon dan dampaknya telah memperburuk perpecahan sosial yang mendalam antara kalangan konservatif dan liberal. Selain itu, hal tersebut menambah tekanan pada berbagai institusi dan militer, yang terjebak dalam dilema mengenai apakah mereka harus menegakkan keputusan darurat militer tersebut.
Para demonstran pro- dan anti-Yoon telah turun ke jalan dalam jumlah besar hampir setiap pekan sejak krisis ini dimulai.
“Minggu lalu, saya pikir Pengadilan Konstitusi akan memberikan keputusan, tetapi itu tidak terjadi. Lalu Yoon dibebaskan, yang membuat saya sangat frustrasi,” ujar Song Young-sun, seorang peserta aksi berusia 48 tahun. “Maka, saya datang ke sini minggu ini, berharap Pengadilan Konstitusi akan segera memutuskan kasus pemecatan ini.”
Survei Gallup Korea yang dirilis pada Jumat (14/3/2025) menunjukkan bahwa 58% warga mendukung pemecatan Yoon, sementara 37% menentangnya.
Salah satu peserta pro-Yoon, Kim Hyung-joon, yang berusia 70 tahun, berharap agar para hakim Pengadilan Konstitusi dapat memberikan keputusan yang tepat. “Saya berharap para hakim Pengadilan Konstitusi akan membuat penilaian yang akurat dan membatalkan pemecatan ini,” ujar Kim.
Ketegangan politik yang semakin memuncak ini menunjukkan pentingnya putusan yang akan dikeluarkan oleh Pengadilan Konstitusi Korea Selatan dalam beberapa hari mendatang, yang diperkirakan akan menentukan arah masa depan negara tersebut.