Washington – Donald Trump kembali mengambil langkah kontroversial terkait kebijakan keberagaman dengan melarang penggunaan data statistik mengenai ras, jenis kelamin, etnis, dan asal kebangsaan dalam proses rekrutmen dan promosi aparatur sipil negara (ASN) di AS.
Larangan tersebut tertuang dalam memo resmi dari Office of Personnel Management (OPM), yang dirilis Kamis (29/5/2025) waktu setempat. Memo ini merupakan penjabaran lebih lanjut dari perintah eksekutif yang ditandatangani Trump pada Januari lalu. Perintah tersebut disebut bertujuan untuk “mengembalikan prinsip meritokrasi” dalam sistem kepegawaian federal.
“Semua keputusan rekrutmen dan promosi harus didasarkan semata-mata pada merit, kualifikasi, dan kriteria yang berkaitan dengan pekerjaan. Bukan ras, jenis kelamin, warna kulit, agama, atau asal kebangsaan,” demikian bunyi pernyataan dalam memo tersebut.
OPM juga menginstruksikan seluruh pimpinan lembaga federal untuk menghentikan penggunaan konsep underrepresentation (keterwakilan rendah) kelompok tertentu dalam kebijakan perekrutan. Penyebaran data statistik yang berkaitan dengan identitas demografis juga dilarang.
Kritik dan Kekhawatiran
Kebijakan ini memicu kekhawatiran di kalangan pengamat kebijakan publik dan pegiat kesetaraan. Menurut mereka, pengumpulan data ras dan gender telah lama menjadi alat penting untuk mengidentifikasi potensi ketimpangan atau diskriminasi dalam proses rekrutmen.
“Dengan menghapus data tersebut, pemerintah berisiko menutup mata terhadap ketidaksetaraan yang sistemik,” ujar seorang analis kebijakan Center for American Progress.
Langkah ini juga dinilai sebagai bagian dari upaya lebih luas oleh Trump dan sekutunya untuk membatasi atau bahkan membatalkan program-program keberagaman dan inklusi yang telah berjalan selama beberapa dekade. Dalam berbagai pernyataan sebelumnya, Trump menyebut program tersebut sebagai bentuk diskriminasi terbalik terhadap pria kulit putih.
Fokus Baru Rekrutmen
Selain menyingkirkan kebijakan keberagaman, memo OPM juga mengkritik ketergantungan lembaga-lembaga pemerintah terhadap lulusan universitas elite. Sebagai gantinya, instansi pemerintah diminta merekrut lebih banyak generasi muda dari berbagai institusi pendidikan. Yaitu dari universitas negeri, perguruan tinggi berbasis keagamaan, sekolah kejuruan, organisasi keimanan, serta kelompok homeschooling.
“Ke depan, lembaga pemerintah harus memastikan bahwa rekrutmen awal karier berfokus pada warga Amerika yang patriotik dan setia kepada Konstitusi serta hukum negara,” tulis OPM dalam memo tersebut.
Memo itu juga menyebut bahwa individu dengan latar belakang di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika, serta veteran, harus menjadi prioritas dalam rekrutmen.