Tel Aviv – Ketegangan antara Iran dan Israel mencapai titik paling berbahaya dalam sejarah hubungan kedua negara setelah saling meluncurkan serangan udara pada Sabtu (14/6/2025) dini hari waktu setempat. Serangan ini disebut sebagai yang terbesar yang pernah dilakukan Israel terhadap musuh bebuyutannya itu.
Sebelumnya, Israel melancarkan serangan besar-besaran terhadap Iran pada Jumat (13/6), menargetkan para komandan militer, ilmuwan nuklir, dan fasilitas penting termasuk situs nuklir bawah tanah Natanz. Iran membalas dengan meluncurkan ratusan rudal balistik ke wilayah Israel.
Sirene serangan udara berbunyi di Tel Aviv dan Yerusalem sesaat sebelum fajar, memaksa warga berlarian ke tempat perlindungan. Militer Israel menyebutkan bahwa sistem pertahanan udara mereka sedang aktif menghalau puluhan rudal yang ditembakkan langsung dari wilayah Iran.
“Dalam satu jam terakhir, puluhan rudal telah diluncurkan dari Iran. Beberapa berhasil kami intersep,” kata militer Israel melalui pernyataan resmi.
Beberapa ledakan terdengar di ibu kota Iran, Teheran. Kantor berita semi-resmi Tasnim melaporkan bahwa Iran telah meluncurkan gelombang ketiga serangan pada Sabtu dini hari setelah dua gelombang sebelumnya pada Jumat malam.
Korban dan Kerusakan
Petugas kesehatan Israel melaporkan sedikitnya 34 orang terluka di wilayah Tel Aviv, sebagian besar luka ringan. Polisi menyatakan satu orang tewas akibat serangan. Beberapa bangunan di sekitar Tel Aviv rusak akibat proyektil yang berhasil lolos dari pertahanan udara.
Di pihak Iran, perwakilan Iran di PBB, Amir Saeid Iravani, menyebut 78 orang tewas akibat serangan Israel, termasuk sejumlah perwira tinggi militer. Lebih dari 320 orang dilaporkan luka-luka, sebagian besar merupakan warga sipil. Ia juga menuding Amerika Serikat turut bertanggung jawab atas serangan tersebut karena memberikan dukungan militer kepada Israel.
Peran Amerika Serikat
Dua pejabat AS membenarkan bahwa militer Amerika membantu menembak jatuh rudal Iran yang mengarah ke Israel. Namun, Iran menganggap AS turut terlibat langsung dalam agresi dan menyatakan akan mempertimbangkan langkah balasan yang menyasar kepentingan AS di kawasan.
Potensi Perang Regional
Pengamat menyatakan bahwa eskalasi ini berpotensi memicu konflik regional berskala luas. Meskipun sekutu Iran seperti Hamas dan Hizbullah telah melemah akibat gempuran Israel sebelumnya, kekhawatiran akan campur tangan negara-negara lain di Timur Tengah tetap tinggi.
“Tidak ada tempat aman di Israel. Balas dendam kami akan menyakitkan,” ujar seorang pejabat senior Iran.
Program Nuklir Jadi Pemicu
Iran menyebut serangan Israel sebagai agresi terhadap program nuklir damai mereka. Namun, Israel menegaskan bahwa berdasarkan intelijen terbaru, Iran hampir memiliki bahan yang cukup untuk membuat beberapa bom nuklir.
Kepala Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Rafael Grossi, mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa fasilitas pengayaan uranium di Natanz bagian atas telah hancur total. Ia menambahkan bahwa IAEA masih menilai dampak dari serangan terhadap dua fasilitas lain: Fordow dan Isfahan.
Israel mengklaim aksinya merupakan langkah “penyelamatan nasional.” Sementara itu, pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menuduh Israel memulai perang.
Seruan dari Trump
Presiden AS Donald Trump menyebut bahwa “belum terlambat” bagi Teheran untuk mencapai kesepakatan baru mengenai program nuklirnya. Trump pernah menarik AS dari perjanjian nuklir 2015, dan kini menawarkan kesepakatan baru yang kembali ditolak oleh Teheran.