Sumy – Sebanyak 32 orang dilaporkan tewas dan lebih dari 80 lainnya terluka setelah dua rudal balistik Rusia menghantam pusat Kota Sumy, Ukraina utara, pada Minggu (13/4/2025) pagi waktu setempat. Serangan ini menjadi salah satu serangan paling mematikan sepanjang tahun ini, menurut pejabat Ukraina.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy mengecam keras serangan tersebut dan menyebutnya sebagai aksi keji terhadap warga sipil yang tidak bersalah. Dalam pernyataan melalui media sosial, ia menyertakan video yang memperlihatkan mayat tergeletak di jalan, sebuah bus yang hancur, serta mobil-mobil terbakar di tengah kota.
“Hanya orang tidak bermoral yang bisa melakukan hal seperti ini. Mengambil nyawa warga sipil,” tulis Zelenskiy. “Dan ini terjadi di hari suci umat Kristen: Minggu Palma, hari peringatan masuknya Tuhan ke Yerusalem.”
Menteri Dalam Negeri Ukraina, Ihor Klymenko, menjelaskan bahwa para korban berada di jalanan, di dalam kendaraan, angkutan umum, dan gedung-gedung ketika rudal menghantam kota.
“Ini adalah penghancuran yang disengaja terhadap warga sipil pada hari raya keagamaan yang penting,” tulis Klymenko.
Menurut Kepala Staf Kepresidenan Ukraina, Andriy Yermak, rudal yang digunakan dalam serangan tersebut membawa amunisi cluster — jenis senjata yang dirancang untuk menyebabkan kerusakan besar dan menimbulkan korban luas di area yang luas.
“Rusia melakukan ini untuk membunuh sebanyak mungkin warga sipil,” tegas Yermak.
Andriy Kovalenko, pejabat keamanan Ukraina yang memimpin Pusat Penanggulangan Disinformasi, menyebut serangan itu terjadi tidak lama setelah kunjungan utusan khusus Amerika Serikat untuk Ukraina, Steve Witkoff, ke Moskwa. Witkoff bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di St. Petersburg pada Jumat (11/4/2025) dalam upaya pembicaraan damai.
“Rusia membangun segala bentuk diplomasi semu ini… dengan tetap melancarkan serangan terhadap warga sipil,” tulis Kovalenko di Telegram.
Dalam pernyataan terpisah, Zelenskiy menyerukan kepada Amerika Serikat dan negara-negara Eropa untuk mengambil tindakan tegas terhadap Moskwa, yang menurutnya terus menggunakan teror sebagai alat perang.
“Rusia menginginkan teror semacam ini dan terus menyeret perang ini. Tanpa tekanan terhadap agresor, perdamaian mustahil tercapai. Pembicaraan tidak pernah bisa menghentikan rudal balistik dan bom udara,” tulis Zelenskiy.
Serangan ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara Rusia dan Ukraina, meskipun keduanya telah menyepakati moratorium terhadap serangan terhadap infrastruktur energi masing-masing bulan lalu. Namun, pada Sabtu (12/4/2025), Kementerian Pertahanan Rusia menuduh Ukraina melanggar kesepakatan tersebut dengan melancarkan lima serangan terhadap fasilitas energi di wilayah Rusia.
Sejak invasi besar-besaran yang diluncurkan Rusia pada Februari 2022, Moskwa telah menguasai sekitar 20 persen wilayah Ukraina, terutama di bagian timur dan selatan. Meskipun pertempuran darat berlangsung sengit, serangan rudal dan drone kini menjadi wajah utama dari konflik berkepanjangan ini.