Washington – Pemerintah Amerika Serikat resmi menerbitkan travel ban bagi warga dari 12 negara pada Rabu (4/6/2025). Langkah ini, menurut Trump, diambil untuk melindungi negara dari ancaman teroris asing dan potensi gangguan keamanan lainnya.
Negara-negara yang terkena dampak larangan penuh meliputi Afghanistan, Myanmar, Chad, Kongo, Guinea Khatulistiwa, Eritrea, Haiti, Iran, Libya, Somalia, Sudan, dan Yaman.
Sementara itu, pembatasan sebagian juga diberlakukan terhadap Burundi, Kuba, Laos, Sierra Leone, Togo, Turkmenistan, dan Venezuela. Laporan awal mengenai kebijakan ini pertama kali muncul di CBS News.
“Kami tidak akan mengizinkan siapa pun masuk ke negara ini jika mereka berniat menyakiti kita,” ujar Trump dalam sebuah video yang diunggah melalui akun X (sebelumnya Twitter).
Trump menambahkan bahwa daftar negara bisa diperbarui sewaktu-waktu, dan negara lain berpotensi ditambahkan.
Berlaku Mulai 9 Juni
Larangan ini mulai berlaku pada 9 Juni 2025 pukul 00.01 EDT (atau 04.01 GMT). Namun, visa yang telah diterbitkan sebelum tanggal tersebut tidak akan dicabut.
Kebijakan ini mengingatkan kembali pada larangan serupa yang pernah diterapkan Trump saat masa jabatan pertamanya, yang menargetkan tujuh negara mayoritas Muslim. Kebijakan tersebut sempat mengalami beberapa revisi hingga akhirnya disahkan oleh Mahkamah Agung AS pada 2018. Presiden Joe Biden kemudian mencabut larangan tersebut pada 2021, menyebutnya sebagai “noda dalam hati nurani bangsa.”
Alasan dan Dampak
Menurut Trump, negara-negara yang terkena larangan penuh adalah negara yang menampung kelompok teroris dalam skala besar. Alasan lainnya,negara-negara tersebut kurang bekerja sama dalam pengamanan visa, serta tidak mampu memverifikasi identitas warganya. Selain itu, data kriminal yang tidak memadai serta angka pelanggaran visa yang tinggi turut menjadi pertimbangan.
“Kami tidak bisa membuka pintu bagi migrasi dari negara-negara yang tidak mampu menyaring dan memverifikasi warganya secara aman dan dapat diandalkan,” ujar Trump.
Sebagai contoh, Trump merujuk pada insiden yang terjadi di Boulder, Colorado, pada Minggu lalu. Seorang pria melempar bom molotov ke arah massa demonstran pro-Israel. Pelaku, warga negara Mesir bernama Mohamed Sabry Soliman, telah melewati batas masa tinggal visa wisata dan izin kerja. Meskipun begitu, Mesir tidak termasuk dalam daftar negara yang terkena larangan.
Respons Internasional
Pemerintah Somalia menyatakan siap menjalin kerja sama dengan AS untuk menanggulangi isu keamanan.
“Somalia menghargai hubungan jangka panjang dengan Amerika Serikat dan siap berdialog untuk menjawab kekhawatiran yang disampaikan,” ujar Dahir Hassan Abdi, Duta Besar Somalia untuk AS.
Di sisi lain, Menteri Dalam Negeri Venezuela, Diosdado Cabello, mengecam kebijakan tersebut dan menyebut pemerintah AS sebagai fasis. Ia juga memperingatkan warga Venezuela akan risiko berada di AS.
“Berada di Amerika Serikat saat ini adalah risiko besar, bukan hanya bagi warga Venezuela, tetapi bagi siapa pun… Mereka menganiaya rakyat kami tanpa alasan,” kata Cabello.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Laos belum merespons permintaan komentar dari media.
Bagian dari Pengetatan Imigrasi
Hal ini adalah bagian dari rangkaian kebijakan pengetatan imigrasi Trump sejak awal masa jabatan keduanya. Dalam pidato pada Oktober 2023, ia telah mengisyaratkan akan memberlakukan larangan terhadap warga dari Gaza, Libya, Somalia, Suriah, Yaman, dan negara-negara lain yang dinilai membahayakan keamanan nasional.
Pada 20 Januari lalu, Trump juga menandatangani perintah eksekutif untuk memperketat pemeriksaan keamanan terhadap seluruh warga asing yang hendak masuk ke AS. Beberapa kementerian ditugaskan untuk menyerahkan daftar negara yang memiliki sistem penyaringan informasi keamanan yang dianggap lemah.