Menu

Mode Gelap
Google Beri Jatah 30% untuk Proyek Chromebook Kemendikbud Kejagung Tetapkan 4 Tersangka Korupsi Chromebook Kemendikbud Kasus Chromebook: Kejagung Jemput Paksa Konsultan Kemendikbud GoTo Terkait Kasus Chromebook, Nadiem Masuk Daftar Cekal Marquez Lakukan Selebrasi Aura Farming di MotoGP Jerman 2025 Satu Petani Tewas dalam Penggerebekan Ladang Ganja California

Internasional

Penyebab Kecelakaan Air India: Laporan Awal Ungkap Pilot Bingung

badge-check


					(foto: Narendra Modi) Perbesar

(foto: Narendra Modi)

New Delhi – Laporan awal hasil penyelidikan penyebab kecelakaan pesawat Air India mengungkap adanya momen kebingungan pilot sesaat sebelum pesawat jatuh. Kecelakaan yang menewaskan 260 orang ini terjadi tak lama setelah pesawat lepas landas dari Bandara Ahmedabad menuju London pada 12 Juni lalu.

Biro Investigasi Kecelakaan Pesawat India (AAIB) pada Sabtu (12/7/2025) dini hari waktu setempat menyatakan, kedua saklar pemutus bahan bakar mesin (fuel cutoff switches) diduga hampir bersamaan berpindah dari posisi “run” ke “cutoff”. Hal ini kemudian yang menjadi penyebab terputusnya aliran bahan bakar dan membuat kedua mesin pesawat kehilangan tenaga. CCTV bandara bahkan menunjukkan turbin cadangan darurat (ram air turbine) keluar, pertanda mesin telah kehilangan daya.

Suara Terakhir dari Kokpit

Dalam momen terakhir penerbangan, salah satu pilot terdengar di rekaman suara kokpit menanyakan kepada yang lain mengapa ia memutus suplai bahan bakar. “Pilot lainnya menjawab bahwa ia tidak melakukannya,” menurut laporan tersebut.

Laporan itu tidak menjelaskan siapa yang mengucapkan pernyataan tersebut, apakah kapten pilot atau kopilot. Begitu pula dengan siapa yang mengirimkan sinyal “Mayday, Mayday, Mayday” sesaat sebelum kecelakaan terjadi.

Pilot utama pesawat Air India itu adalah Sumeet Sabharwal, 56 tahun, yang memiliki total pengalaman terbang selama 15.638 jam. Menurut pemerintah India, ia juga merupakan instruktur pilot di Air India. Kopilotnya adalah Clive Kunder, 32 tahun, dengan pengalaman terbang total sebanyak 3.403 jam.

Penyebab Perpindahan Saklar Masih Misterius

Hingga kini, penyebab berpindahnya saklar ke posisi “cutoff” masih menjadi teka-teki. Pakar keselamatan penerbangan asal Amerika Serikat, Anthony Brickhouse, menyatakan, “Seorang pilot tidak mungkin secara tidak sengaja mengaktifkan saklar tersebut.”

Saklar itu biasanya hanya digunakan untuk mematikan mesin saat pesawat sudah tiba di gerbang bandara atau dalam situasi darurat, seperti kebakaran mesin. Namun, laporan menegaskan tidak ada indikasi keadaan darurat yang memerlukan pemutusan bahan bakar pada saat itu.

Di lokasi jatuhnya pesawat, penyelidik menemukan kedua saklar bahan bakar berada dalam posisi “run” dan terdapat indikasi bahwa kedua mesin sempat menyala kembali sebelum kecelakaan terjadi pada ketinggian rendah.

Status Boeing dan GE

Laporan awal ini juga menyatakan bahwa tidak ada indikasi adanya kesalahan dari produsen pesawat Boeing maupun pembuat mesin GE Aerospace. Hal ini memunculkan pertanyaan baru mengenai desain dan posisi saklar bahan bakar yang dinilai terlalu sensitif.

Perusahaan induk Air India, Tata Group, yang mengambil alih maskapai tersebut dari pemerintah India pada 2022, kini menghadapi tantangan besar untuk memulihkan reputasi dan kepercayaan publik.

Air India, dalam pernyataan resminya, mengatakan tengah bekerja sama penuh dengan otoritas India, namun menolak memberikan komentar lebih lanjut.

Sementara itu, Dewan Keselamatan Transportasi Nasional AS (NTSB) berterima kasih atas kerja sama otoritas India dan mencatat bahwa laporan tersebut tidak merekomendasikan tindakan apa pun terhadap operator Boeing 787 atau mesin buatan GE.

Pemeriksaan Menyeluruh dan Sorotan Tajam

AAIB selaku otoritas investigasi di bawah Kementerian Penerbangan Sipil India, tengah memimpin penyelidikan menyeluruh atas kecelakaan udara paling mematikan dalam satu dekade terakhir ini.

Kotak hitam yang memuat data penerbangan dan rekaman suara kokpit telah berhasil dipulihkan dan dianalisis di India. Data dari alat ini sangat penting untuk merunut kejadian dan mencari penyebab pasti kecelakaan.

Insiden ini memperbesar sorotan terhadap keselamatan operasional maskapai Air India.

Badan Keselamatan Penerbangan Uni Eropa menyatakan akan menyelidiki Air India Express, maskapai penerbangan bertarif rendah anak perusahaan Air India. Ini terpicu dari pemberitaan Reuters bahwa maskapai tersebut tidak mematuhi perintah untuk mengganti komponen mesin Airbus A320 secara tepat waktu. Lebih jauh, ditemukan juga dugaan pemalsuan catatan untuk menunjukkan kepatuhan.

Otoritas penerbangan India juga telah memperingatkan Air India atas pelanggaran terkait pengoperasian seluncur darurat kadaluarsa pada tiga pesawat Airbus. Sebelumnya, mereka juga memberikan peringatan pada Juni lalu terkait “pelanggaran serius” terhadap batas waktu kerja pilot.

India kini berambisi menjadikan diri sebagai pusat penerbangan global, menyaingi Dubai, seiring pertumbuhan sektor aviasi domestik dan internasional. Namun, kecelakaan ini menjadi pukulan serius terhadap mimpi tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Meta Bangun Pusat Data Seukuran Manhattan Demi Ambisi AI

17 Juli 2025 - 09:54 WIB

Meta bangun pusat data raksasa untuk AI, seukuran Manhattan. Zuckerberg targetkan dominasi kecerdasan buatan umum (AGI).

Israel Gempur Damaskus, Kantor Menhan Suriah Hancur

17 Juli 2025 - 08:07 WIB

Israel lancarkan serangan udara ke Damaskus, hancurkan markas militer Suriah di tengah konflik berdarah di Sweida.

Astronot India Sukses Pulang dari Luar Angkasa

16 Juli 2025 - 10:37 WIB

Astronot India dan kru Axiom-4 sukses mendarat di Samudra Pasifik setelah misi ISS, membawa pulang hasil eksperimen luar angkasa.

Broadcom Luncurkan Tomahawk Ultra, Siap Lawan Nvidia

16 Juli 2025 - 09:15 WIB

Broadcom rilis chip Tomahawk Ultra guna percepat pemrosesan AI, saingi Nvidia dengan skala 4 kali lebih besar.

Eropa Siapkan Tarif Balasan Senilai Rp1.260 Triliun untuk Produk AS

16 Juli 2025 - 08:36 WIB

Uni Eropa ancam tarif balasan senilai Rp1.260 triliun untuk produk AS seperti Boeing dan bourbon jika negosiasi dagang dengan Trump gagal.
Trending di Internasional