Tokyo – Produsen otomotif asal Jepang, Nissan Motor Co, mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 11.000 karyawan secara global serta penutupan tujuh pabrik sebagai bagian dari upaya restrukturisasi besar-besaran di tengah penurunan penjualan yang signifikan.
Langkah ini menambah jumlah total PHK yang telah diumumkan Nissan sepanjang setahun terakhir menjadi sekitar 20.000 orang. Angka tersebut mencakup sekitar 15 persen dari total tenaga kerjanya yang mencapai 133.500 karyawan di seluruh dunia.
“Kami tengah menghadapi tahun yang penuh tantangan. Biaya yang meningkat dan ketidakpastian ekonomi global menjadi panggilan untuk berbenah,” ujar CEO Nissan, Ivan Espinosa, dalam konferensi pers di Tokyo, Selasa (14/5/2025).
Espinosa menyatakan bahwa dua pertiga dari PHK terbaru berasal dari sektor manufaktur. Sedangkan sisanya adalah bagian penjualan, administrasi, penelitian, hingga tenaga kontrak.
Penurunan Kinerja Global
Penurunan penjualan di dua pasar utama—Amerika Serikat dan China—telah memberikan tekanan besar pada kinerja keuangan Nissan. Di China, penjualan anjlok 12 persen. Hal ini diperburuk oleh persaingan ketat dengan produsen lokal seperti BYD yang semakin mendominasi pasar kendaraan listrik (EV).
Sementara di Amerika Serikat, meskipun penjualan ritel Nissan sedikit meningkat, tekanan inflasi dan suku bunga tinggi telah menurunkan minat masyarakat untuk membeli kendaraan baru. Hal ini diperparah oleh kebijakan tarif impor dari pemerintahan Presiden Donald Trump, yang turut menambah beban operasional.
Tahun fiskal lalu, Nissan mencatatkan kerugian sebesar 670 miliar yen atau sekitar 4,5 miliar dollar AS. Espinosa menyebut angka tersebut sebagai “peringatan keras” bagi perusahaan.
Gagal Merger, Investasi Dipangkas
Restrukturisasi Nissan juga dipicu oleh gagalnya rencana merger dengan dua rival domestik, Honda dan Mitsubishi, yang diumumkan batal pada Februari lalu. Merger tersebut sedianya akan menciptakan entitas otomotif raksasa senilai 60 miliar dollar AS. Selain itu, merger ini akan menjadikan perusahaan tersebut sebagai produsen kendaraan terbesar keempat di dunia berdasarkan volume penjualan.
Kegagalan merger itu turut mengakhiri masa jabatan CEO sebelumnya, Makoto Uchida. Ia kemudian digantikan oleh Espinosa, yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Perencanaan dan pimpinan divisi motorsport.
Selain PHK dan penutupan pabrik, Nissan juga menghentikan rencana pembangunan pabrik baterai dan kendaraan listrik di Jepang sebagai bentuk penghematan investasi.
Dampak PHK terhadap Pabrik Nissan di Inggris
Belum diketahui apakah pabrik Nissan di Sunderland, Inggris, yang mempekerjakan sekitar 6.000 orang, akan terdampak oleh kebijakan pemangkasan ini. Pemerintah Inggris menyatakan akan “berkoordinasi secara intensif” dengan pihak Nissan terkait rencana restrukturisasi tersebut.
“Pabrik ini sangat vital bagi perekonomian wilayah timur laut Inggris,” kata juru bicara Kementerian Bisnis dan Perdagangan Inggris dalam pernyataan resmi.
Masa Depan Nissan Paska Gelombang PHK
Nissan belum merilis proyeksi pendapatan untuk tahun fiskal mendatang, mengutip ketidakpastian akibat kebijakan tarif di Amerika Serikat. Meski demikian, perusahaan memperkirakan laba akan stagnan, bahkan sebelum dampak tarif dihitung.
Di tengah gelombang PHK dan penyesuaian besar-besaran ini, Nissan dihadapkan pada tantangan besar untuk tetap kompetitif di industri otomotif global yang semakin didominasi teknologi ramah lingkungan dan pemain baru dari China.