Teheran – Lautan manusia berpakaian hitam memadati jalan-jalan utama Teheran pada Sabtu (28/6/2025), saat Iran menggelar pemakaman kenegaraan bagi para komandan militer tinggi, ilmuwan nuklir, dan warga sipil yang tewas akibat serangan udara Israel awal bulan ini.
Prosesi pemakaman yang dijuluki “Arak-arakan Para Syuhada Kekuatan” ini menjadi salah satu yang terbesar dalam sejarah Iran modern. Pemerintah menyatakan sedikitnya 60 korban dimakamkan dalam upacara tersebut. Di antaranya terdapat 16 ilmuwan, 10 komandan senior militer, empat perempuan, dan empat anak-anak.
Tiga tokoh penting yang menjadi sorotan adalah Kepala Staf Angkatan Bersenjata Mayor Jenderal Mohammad Bagheri, Komandan Garda Revolusi Jenderal Hossein Salami, dan Kepala Pasukan Dirgantara Garda Revolusi Jenderal Amir Ali Hajizadeh. Ketiganya tewas pada 13 Juni, hari pertama pecahnya perang dengan Israel.
Jenazah mereka diarak menuju Lapangan Azadi, yang dihiasi spanduk, foto-foto para syuhada, serta bendera nasional. Warga berjejal menyentuh peti jenazah dan menaburkan kelopak mawar. Shalat jenazah dipimpin oleh seorang ulama senior dan disiarkan langsung oleh televisi pemerintah. Dalam siaran tersebut, turut ditayangkan pula gambar rudal balistik yang dipamerkan di lapangan.
Presiden Masoud Pezeshkian turut hadir dalam acara tersebut. Ia didampingi tokoh-tokoh kunci Iran lainnya, seperti Ali Shamkhani—penasihat utama Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei—yang sebelumnya dilaporkan terluka dalam serangan udara, serta putra Khamenei, Mojtaba.
“Hari ini rakyat Iran, melalui perlawanan heroik melawan dua rezim bersenjata nuklir, mempertahankan kehormatan dan martabat mereka,” tulis Menteri Luar Negeri Abbas Araqchi dalam pesan Telegram seusai menghadiri pemakaman.
Ayatollah Khamenei, yang lazimnya memimpin langsung shalat jenazah tokoh-tokoh militer senior, belum tampak di hadapan publik sejak perang dimulai. Ia hanya muncul dalam dua rekaman video singkat dan belum memberikan pernyataan resmi pasca-pemakaman.
Israel-Iran Bertempur di Udara
Konflik bermula pada 13 Juni, ketika Israel melancarkan serangan udara besar-besaran ke fasilitas nuklir dan pos militer Iran. Serangan ini menewaskan sejumlah jenderal dan warga sipil, menjadi pukulan paling berat bagi Republik Islam sejak Perang Iran-Irak 1980-an.
Iran merespons dengan meluncurkan rentetan rudal ke pangkalan militer dan kota-kota di Israel. Amerika Serikat turut terlibat pada 22 Juni, menyerang fasilitas nuklir Iran, memperluas cakupan konflik.
Pemerintah Israel menyatakan serangannya bertujuan mencegah pengembangan senjata nuklir oleh Iran. Sementara itu, Iran bersikukuh bahwa program nuklirnya murni untuk kepentingan damai. Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menyebut tidak menemukan indikasi kredibel bahwa Iran memiliki program senjata nuklir aktif.
Presiden AS Donald Trump pada Jumat (27/6) memperingatkan bahwa Washington tidak menutup kemungkinan untuk kembali membombardir fasilitas Iran jika provokasi berlanjut.
Dalam pernyataan video sebelumnya, Khamenei memperingatkan bahwa Iran akan membalas setiap serangan AS dengan menghantam pangkalan militer Amerika di kawasan Timur Tengah.
Jumlah Korban Terus Bertambah
Kementerian Kesehatan Iran mencatat sedikitnya 610 korban jiwa di pihak Iran hingga gencatan senjata berlaku pada Selasa (25/6), dan lebih dari 4.700 orang luka-luka. Lembaga hak asasi manusia HRANA mencatat total 974 korban jiwa, termasuk 387 warga sipil.
Di pihak Israel, 28 orang dilaporkan tewas dan 3.238 lainnya mengalami luka-luka menurut Kementerian Kesehatan setempat.
Meski konflik mereda sementara, ketegangan tetap tinggi. Iran menuduh AS dan Israel gagal mencapai tujuan militer mereka. Sementara itu, pasukan Garda Revolusi menyatakan kesiapan untuk menghadapi segala bentuk agresi lanjutan.